Menjadi Mama di usia 42


Saya menjadi Mama di usia yang tak bisa dibilang muda. Walau saya ingin berkata “saya berjiwa muda”, memiliki anak beda cerita. Tubuhmu memberitahumu bahwa “kau tak muda lagi, akui saja”

Di atas usia 40, seluruh organ tubuhmu pun berusia di atas 40, normalnya begitu. Dan berusia di atas 40 berbeda dengan usia 25 tahun. Bahkan tanpa kehamilan atau beban habis operasi , di usia 40 kau akan merasa pegal ketika duduk terlalu lama, sakit pinggang saat berdiri setelah duduk terlalu lama, membungkuk di waktu yang lama, dan kegiatan fisik lain

Namun menjadi orang tua di usia 42 tahun juga berarti kau hanya memiliki beberapa tahun sisa untuk dipanggil Mama oleh anak yang keluar dari rahimmu sendiri. Tentu saja mengadopsi anak adalah pilihan yang mulia… tapi jika kau ingin dipanggil mama oleh buah hati yang lahir dari dirimu sendiri, maka usia 42 adalah seperti kereta terakhir.

Peduli amat sakit pinggang saat berdiri lama, atau luka bekas caesar yang menjadi keloid, atau kegiatan memberi asi yang membuat sakit punggung semalaman,… ketika kau memegang bayi mungil dalam genggamanmu semua tidak ada artinya.

Kemarin saat kontrol, kami baru tahu bahwa anak kami kuning dengan bilirubin 16.3 (batasnya untuk usia dan kondisinya adalah 18, jadi sudah mendekati). Kami benar-benar kuatir. Dokter mengatakan tenang saja dan menyuruh saya dan suami untuk memasukkan anak saya ke perinatal care.

Saat antri kami memutuskan untuk pulang karena antrian panjang dan banyak anak-anak sakit yang mungkin bisa menulari anak kami, jadi kami memutuskan untuk mencari second opinion dan pulang saja.

Dokter yang kedua memberi solusi untuk menyeling ASI dengan sufor, dan kami lakukan dengan perasaan kuatir. Semalaman saya tidak bisa tidur sampai subuh tadi sepupu saya tercinta berkata, tidak apa, sinar saja… anakku juga kemarin begitu yang baru lahir, kemudian kami chat panjang lebar mengenai mengatasi kondisi kuning pada anak berdasarkan pengalamannya (dua anaknya kuning saat usia 1-2 minggu karena perbedaan golongan darah dengan ibu)

Nasihat dari ibu dengan pengalaman yang peduli dan kita percayai jauh lebih penting daripada dokter manapun. Jadi jam 5 saya mengajak suami saya untuk kembali ke RS tempat anak kami dilahirkan dan kami memasukannya ke perinatal care.

Tadi sore saya datang untuk memberi ASI pada anak saya disela-sela penyinarannya. Di ruang laktasi, saya melihat kesamaan dari tiap wanita habis melahirkan yang duduk di sana sambil memegang bayinya. Mereka duduk diam sambil memandangi bayi di genggamannya, tak mempedulikan tubuh yang baru kesakitan. Matanya penuh dengan kekaguman dan cinta… sebagian nengajak bicara walau yang diajak bicara tidur pulas dan tak paham.

Menjadi ibu di usia saya sekarang secara fisik memang berat. Tapi bayangkan rasanya ketika kau berlari hampir ketinggalan kereta terakhir ke tempat yang kau idam-idamkan, dan kau berhasil menaikinya.

Apa itu Bahagia?


Apa itu bahagia?

Apakah bahagia itu…
…ketika kau mendengar sesuatu yang lucu?
Atau ketika kau melihat sesuatu yang menyenangkan?
Atau ketika kau makan makanan yang kau sukai?
Atau ketika kau dapat melakukan apapun yang kau suka?

Apakah bahagia itu…
…ketika kau tak marah?
Atau ketika kau tak sedih,
Atau ketika kau tak kecewa,
Atau ketika kau tau patah hati?

Apakah bahagia itu…
…ketika kau lebih baik dari orang lain?Atau ketika kau lebih unggul dari orang lain?
Atau ketika kau merasa menjadi nomor satu?
Atau ketika kau merasa menang?

Apakah bahagia itu…
…ketika kau merasa ada yang menyayangimu?
Atau ketika kau bersama orang yang kau cintai?
Atau ketika ada yang mengatakan bahwa dia mencintaimu?

Apakah bahagia itu…
…ketika kau tak kekurangan?
Atau ketika kau mendapatkan apa yang kau inginkan?
Atau ketika kau mencapai apa yang kau cita-citakan?
Atau ketika kau beruntung?

Apa itu bahagia?

Bumi pun beristirahat


Bagi manusia, ini adalah musibah
Bagi bumi, ini adalah anugerah
Dirinya lebih tenang,
Dirinya lebih bersih,
Dirinya lebih damai,

Bagi manusia, ini adalah malapetaka,
Bagi bumi, ini adalah karunia
Sampah berkurang,
Polusi berkurang,
Tangan jahil berkurang,
Kebisingan berkurang

Bagi manusia ini adalah bencana,
Bagi bumi ini masa istirahat,
Istirahat dari manusia sibuk yang mengotorinya
Istirahat dari polusi yang menyesakannya

Mungkin, ini adalah siklus alam
Ketika bumi terlalu lelah,
Ketika bumi terlalu bising,
Ketika bumi terlalu kotor,

Mungkin ini adalah pelajaran bagi manusia
Untuk menenangkan diri,
Untuk lebih mawas diri,
Untuk menghargai bumi
Untuk berdamai dengan alam

Mungkin ini adalah pelajaran bagi manusia
Untuk bertoleransi,
Untuk lebih banyak mengasihi sesama,
Untuk lebih banyak berdoa,
Untuk tidak egois

Manusia yang menjadi anjing dan robot yang menjadi manusia


Sebenarnya sudah lama saya ingin menulis resume film Unleashed (Danny the Dog) yang saya tonton di TV beberapa minggu yang lalu, namun waktu dan kesibukan yang padat membuat saya terus menerus menundanya. Ketika sekarang saya ingin menuliskannya, beberapa bagian pastinya sudah lepas dari ingatan saya.

Hal yang menggelitik saya menuliskan ini hari ini asalah ketika kemarin saya menonton Solo, sebuah film yang dibuat tahun 1996. Secara jalan cerita ‘Solo’ tentunya jauh berbeda dengan Danny the Dog. Namun inti dari kedua film ini begitu berkaitan dan bertolak belakang.

image

Danny the Dog atau Unleashed berkisah tentang Danny (diperankan oleh Jet Lee), seorang pemuda yang dibesarkan seperti seekor anjing oleh Bos Mafia. Kamarnya adalah kandang yang atapnya sejajar dengan lantai tempat Bos berpijak.

Danny tidak memiliki pilihan lain dalam hidupnya sejak ibunya dibunuh. Ia dibuat lupa dengan kejadian pembunuhan ibunya, dan dijadikan senjata tuannya, si Bos Mafia. Danny dipasangi kalung seperti anjing dan akan menjadi penyerang berbahaya ketika kalung itu dilepas oleh Sang Bos dan diberi perintah menyerang, namun sangat jinak ketika kalung itu tetap terpasang.

Danny adalah manusia yang dimatikan emosinya, artinya Sang Bos ingin Danny tidak memiliki belas kasihan, tidak mengerti arti sedih, marah, atau bahagia dan tidak memiliki keinginan apapun.

Masalah utama dimulai ketika sebuah kecelakaan membuat Danny merasa Bosnya meninggal dan dia bebas. Seorang ahli tuning piano membantunya. Ia dan anak tirinya perlahan-lahan memberi arti ‘menjadi manusia’ pada Danny. Danny belajar bermain piano, belajar tentang arti  menolong orang, makan es krim, belajar tentang sehingga akhirnya mau melepas kalung anjing yang ada di lehernya.

Ketika ia akhirnya bertemu lagi dengan Bosnya yang ternyata masih hidup, ia dapat membuat keputusan manusiawi, seperti tidak mau membunuh dan menyerang orang lain dan memiliki keinginan untuk mencari jati dirinya.

Anda bisa melihat review film yang saya beri acungan 4 jempol ini di internet atau mencari DVD nya untuk ditonton.

Inti dari film ini adalah manusia jika emosinya tidak dipelihara, maka dia akan menjadi sama dengan binatang… Emosi berkaitan dengan jiwa dan akal budi. Itu sebabnya Tuhan memerintahkan kita untuk mengasihi Dia dengan segenap jiwa, kekuatan dan akal budi… Karena manusia memang diperlengkapi dengan semua itu.

image

Bandingkan dengan Solo, dalam film Solo yang dirilis tahun 1996. Seorang senjata menyerupai manusia yang dapat menyimpan memori. Ia tidak memiliki memori dan bertindak berdasarkan perintah komputer, namun memorinya yang luar biasa memungkinkan ia berkomunikasi dengan manusia seperti halnya manusia normal.

Ia merupakan senjata dengan kekuatan 15 kali kekuatan manusia terlatih dan kecepatan 10 kali kekuatan manusia terlatih. Hanya melakukan apa yanh diperintahkan, dan tidak memiliki belas kasihan…

Hingga suatu saat dia tidak melakukan apa yang diperintahkan, membunuh orang-orang tak bersenjata. Tidak hanya itu, Solo malah melindungi mereka.

Solo tidak memiliki belas kasihan, namun memori yang pernah ia tangkap mengenai menyerang warga sipil dan orang tak bersenjata membuatnya melakukan hal itu.

Hal ini membuat pemiliknya, angkatan bersenjata US merasa bahwa ada kerusakan dalak program Solo. Jadi ia memerintahkan programmer dan pencipta Solo untuk menghapus memorinya, meresetnya kembali ke kondisi awal saat ia diciptakan.

Solo yang mengetahui hal ini memberi perintah pada dirinya sendiri untuk mempertahankan diri, karena ia merasa bahwa memory adalah hal yang sangat penting baginya.

Solo melarikan diri dan ditemukan oleh seorang anak di salah satu perkampungan yang seringkali diserang pemberontak, kemudian membantu mereka mempertahankan diri.

Anda juga dapat membaca reviewnya di internet atau membeli DVDnya. Satu hal yang saya sukai adalah ketika Solo berkata pada seorang wanita kampung setempat bahwa ia tidak memiliki emosi, itu yang membuatnya hanya sekedar ‘ada’, tapi tidak hidup.

Emosi mencakup keinginan, kehendak dan belas kasihan. Bagi saya, Solo lebih hidup dari manusia saat ini karena memorinya dapat membuat ia menunjukkan kebaikan walau tanpa belas kasihan, perjuangan walau tanpa kehendak.

Kejadian begal motor dengan pembunuhan membuat kita berpikir ulang tentang definisi manusia, seolah ada spesies lain menyerupai manusia yang tak memiliki emosi dan akal budi. Spesiea yang bahkan lebih rendah dari hewan mamalia yang tak akan menyakiti sesamanya tanpa sebab.

Saudara yang kebetulan membaca tulisan saya sampai akhir, mari kita hargai hal terpenting yang Tuhan berikan pada kita… Emosi dan akal budi… Mari berbelas kasihan, mari berpikir sebelum bertindak, mari saling mengasihi… Karena tanpa itu, kita lebih rendah dari anjing.

Suap, kompromi dan hati nurani


Menjelang pemilu, ada begitu banyak spanduk, stiker dan brosur disebarkan demi kepentingan sebuah kursi dewan. Di media sosial kita melihat begitu banyak spanduk calon legislatif yang aneh-aneh, mulai dari gambar superhero yang dilibatkan sampai slogan yang luar biasa aneh.

Saat ini slogan dari anti politik uang yang begitu banyak digunakan oleh caleg-caleg yang (mengaku) bersih dari politik uang, adalah “ambil uangnya, jangan pilih orangnya” Continue reading

Menjadi Superman!


Sebuah cerita (sangat) singkat…

“Papa, aku ingin jadi Superman,” kata anakku tadi. Ketika aku membangunkannya, rupanya dia sedang bermimpi terbang di langit mengawasi orang-orang di bawahnya, siap turun kapan saja seseorang membutuhkan bantuannya.

“Apa kau ingin papa membelikanmu pakaian Superman?” tanyaku sebagai jawaban atas pernyataan anakku.
Continue reading

Tentang Ucapan Syukur


gratitude

Anakku,
Setiap agama mengajarkan
…bahwa tiap orang harus ikhlas
…bahwa kita harus bersyukur

Bersyukur untuk apa yang kita miliki
Bersyukur untuk apa yang kita peroleh
Bersyukur untuk seluruh keberadaan kita Continue reading

Hidup itu pilihan, bung!


“Hidup itu adalah pilihan”, adalah kata-kata yang sering didengung-dengungkan oleh trainer, motivator, pengkotbah, pendeta, dan sebangsanya.

Sayangnya kalimat “hidup adalah pilihan” yang sering didengung-dengungkan itu kurang dipahami dengan baik oleh masyarakat kita saat ini. Mereka berkata-kata tanpa dipikir, bersikap tanpa dipikir, marah tanpa dipikir dan sedih tanpa dipikir… Tanpa dipikir yang saya maksudkan di sini adalah melakukan sesuatu seolah-olah ia tidak memilih untuk melakukannya, tapi terpaksa dan harus melakukannya.

Continue reading

Apakah semua ORANG juga MANUSIA!


Menanggapi pernyataan saya kemarin tentang keMUNAFIKan, ada seorang bapak yang me-reply dengan “pendeta juga manusia”. Maksudnya mungkin, tidak apa-apa jika antara apa yang dikotbahkan pendeta berbeda dengan yang dikerjakannya, kan “pendeta juga manusia”

Atau mungkin juga maksudnya, tidak apa-apa sesekali keceplosan, maklumi saja toh “pendeta juga manusia”.

No offense, saya menulis ini karena di tulisan saya sebelumnya saya mengatakan terbuka untuk diskusi. Jadi, mari kita diskusikan.

Kata-kata “xxx juga manusia” dipopulerkan oleh sebuah group band rock dengan lagunya “rocker juga manusia”. Dimaksudkan bahwa walaupun memiliki tampang sangar dan suka teriak-teriak, tapi rocker juga memiliki hati dan perasaan. Harap dicatat maknanya: “walaupun negatif, tapi ada positifnya”

Sama seperti jika kita berbicara mengenai seorang anak: walau nakal, dia toh hanya seorang anak. Atau, walau bengal, dia tetap memiliki emosi juga.

Seolah mendapat pembelaan, kalimat “xxx juga manusia” menjadi populer di masyarakat. Anggota DPR tidur di ruang rapat, “anggota DPR juga manusia”, artis menggunakan narkoba, “artis juga manusia”, dst.

Ironisnya pembenaran demi pembenaran dilontarkan berbarengan dengan dieksposenya keburukan mereka. Sungguh ironis!

Baik, mari kita bicara soal manusia. Memang benar bahwa manusia jatuh dalam dosa, memiliki kecenderungan untuk berbuat dosa. Namun karena Tuhan menciptakan manusia seperti rupa dan gambarnya, manusia dianugerahi dengan hati nurani yang tombolnya di-on-kan saat manusia makan buah yang dilarang.

Keberadaan hati nurani ini membuat manusia memiliki perasaan bersalah saat melakukan dosa dan malu saat ketahuan. Namun insting “hewani” manusia membuat mereka berkelit saat ketahuan, bahkan terkadang membuat perlawanan balik (yang seringkali tidak masuk akal).

Pencarian manusia akan Tuhan adalah kesadaran manusia akan adanya pribadi yang sepenuhnya baik, menginginkan kebaikan dan membenci kejahatan. Itu sebabnya manusia memutuskan untuk beragama.

Dalam setiap agama ada pemuka agama, sosok yang diagungkan, dianggap pilihan Tuhan. Sosok yang pantas berkata “narapidana juga manusia” dan menjangkau mereka agar bertobat.

Namun alangkah ironisnya jika tokoh yang dianggap Pilihan Tuhan ini, yang berkotbah seminggu sekali (yang berisi kebaikan pastinya), tidak melakukan apa yang dikotbahkannya, menolak untuk mendengarkan hati nuraninya, dan menjadi batu sandungan bagi jemaat yang mendengar kotbahnya.

Ironis sekali jika hamba Tuhan yang berkotbah “tetap berbuat baik pada orang yang tidak kau sukai” dengan sengaja tidak menyalami jemaat yang memberi tangan padanya.

Ironis sekali jika hamba Tuhan yang berkotbah “hati-hati dengan lidahmu” mengata-ngatai fulltimenya, apalagi sampai memakinya.

Itulah mengapa saya katakan, jadi pendeta sebaiknya munafik saja. Bukan berarti “tidak menjadi diri sendiri”, tp lawan hal buruk yang ingin dilakukan, sebaiknya berpura-puralah dengan melakukan hal baik.

Bukankah pembentukan karakter pun berarti “menekan keinginan melakukan apa yang salah, dan melakukan apa yang baik, walau sebenarnya tidak diinginkan”

Jika manusia biasa saja harus munafik 24/7, apalagi Pemuka agama. Tidak ada alasan “pendeta juga manusia” untuk membenarkan hal buruk yang dilakukannya. Jika ingin melakukan hal buruk, sekali lagi saya katakan, munafik sajalah!

MUNAFIK yuk!!


Minggu kemarin adik saya cerita tentang seorang pendeta besar yang bersikap “jutek” dan menolak bersalaman dengan seseorang tanpa alasan yang jelas. Jadi ceritanya pendeta besar ini lagi salaman dengan sekelompok guru SM. Entah karena alasan tidak suka atau kenapa, dia dengan sengaja melewati salah satu guru SM yang sudah memberi tangan padanya (untuk disalami), meninggalkan guru SM tsb yang bingung dan bertanya-tanya dalam hatinya “what’s wrong with me??”

Cerita lagi dari seorang teman tentang kisah “tragis” yang baru-baru ini terjadi, di mana seorang fulltime gereja hampir melempar pendeta (atasannya) dengan kursi. Ceritanya pendeta ini membuat suatu aturan tertulis. Kemudian di hari berikutnya sang pendeta mengubah pikirannya dan mengganti aturan, tanpa komunikasi yang jelas. Fulltime yang malang ini tidak tahu pergantian aturan yang baru dibuat sehingga dia tidak mematuhinya. Entah berseloroh atau serius pendeta itu mengatakan di depan umum “hati-hati, saya bisa pecat kamu kalau saya mau”.

Saya berpikir, sebagai manusia, memiliki perasaan tidak suka itu wajar, termasuk sebagai hamba Tuhan. Tapi masalahnya, jika hal itu ditunjukkan maka artinya hamba Tuhan tsb telah melanggar kata-katanya sendiri yang diucapkan dengan gagah berani di mimbar gereja, seperti “jadilah terang” atau “kasihilah sesamamu manusia” atau “kasihilah musuhmu dan berbuat baiklah pada mereka yang menganiaya kamu”

Ada double kesalahan bagi hamba Tuhan yang seperti itu: kesalahan karena “membenci”, kesalahan karena “menjadi batu sandungan” dan kesalahan karena “mengecewakan orang” (tiga kesalahan berarti ya?)

Mungkin yang akan saya katakan ini agak ekstrim, tapi silahkan dipertimbangkan dan dipikirkan kebenarannya, dan saya terbuka untuk diskusi. Menurut saya, jika tidak bisa melakukan apa yang difirmankannya setidaknya pendeta harus punya kemampuan MUNAFIK.

Ya, jika seorang pendeta muak dengan seseorang misalnya, dan ia bertemu orang itu di jalan, pendeta tersebut harus pura-pura suka, munafik aja… Yang penting dia tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain. Urusan benci membenci itu urusannya dengan Tuhan.

Ada begitu banyak cerita di mana orang-orang malas ke gereja karena kecewa pada pendetanya yang omongan dan kelakuannya beda. Pendeta-pendeta tersebut, menurut saya, harus belajar MUNAFIK. Ingin membentak orang dengan kasar? Munafiklah, tahan diri, bicara sabar.

Yaaa, pada dasarnya manusia itu memang mahluk berdosa toh. Supaya jadi orang baik, memang harus munafik, tapi sebaiknya memang munafik dilakukan 24/7, artinya 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Kalau pendeta ga bisa munafik 24/7 setidaknya munafiklah saat ada jemaat, biar ga jadi batu sandungan. Asal, jangan sampai ketahuan juga kalau dia munafik… Munafiklah dengan cerdas 🙂