Bukan siapa-siapa


Hai diriku,
Tak perlu berterimakasih pada dirimu sendiri…
Berterimakasihlah pada Pencipta-Mu,
Karena tanpa-Nya,
Kau bukan siapa-siapa..

Hidup yang kau miliki dari-Nya
Jika kau bertahan dalam arena pertandingan kehidupan,… itu karena-Nya
Jika kau dapat terus berlari…
kekuatanmu dari-Nya

Tak perlu berterimakasih pada diri-Mu
Karena sesungguhnya,
Tanpa Pencipta kau bukan siapa-siapa

1 Januari 2023

Bumi pun beristirahat


Bagi manusia, ini adalah musibah
Bagi bumi, ini adalah anugerah
Dirinya lebih tenang,
Dirinya lebih bersih,
Dirinya lebih damai,

Bagi manusia, ini adalah malapetaka,
Bagi bumi, ini adalah karunia
Sampah berkurang,
Polusi berkurang,
Tangan jahil berkurang,
Kebisingan berkurang

Bagi manusia ini adalah bencana,
Bagi bumi ini masa istirahat,
Istirahat dari manusia sibuk yang mengotorinya
Istirahat dari polusi yang menyesakannya

Mungkin, ini adalah siklus alam
Ketika bumi terlalu lelah,
Ketika bumi terlalu bising,
Ketika bumi terlalu kotor,

Mungkin ini adalah pelajaran bagi manusia
Untuk menenangkan diri,
Untuk lebih mawas diri,
Untuk menghargai bumi
Untuk berdamai dengan alam

Mungkin ini adalah pelajaran bagi manusia
Untuk bertoleransi,
Untuk lebih banyak mengasihi sesama,
Untuk lebih banyak berdoa,
Untuk tidak egois

Terjebak di antara keduanya.


Ada tiga jenis manusia hidup di jaman sekarang. Pertama adalah mereka yang hidup tanpa teknologi, masih hidup dengan cara yang lama. Oh ya, mereka masih ada. Coba saja Anda lihat mereka yang hidup di pulau terpencil, tidak ada jaringan, tidak ada televisi, hanya ada mereka dan alam. Kedua, mereka yang hidup full teknologi. Tidak dapat hidup tanpa bantuan robot atau mesin, atau tidak dapat hidup tanpa gadget di tangan mereka. Ketiga adalah orang yang terjebak di antara keduanya.

Ya, ada orang-orang yang terjebak di antara primitif dan teknologi. Entah sebaiknya kita memanggil mereka apa. Mereka hidup dikelilingi teknologi tapi mereka tidak memahaminya. Mereka masih hidup dengan cara yang sama seperti saat tidak ada teknologi. Mereka masih membual seolah kata-kata mereka tidak dapat dicek kebenarannya. Mereka masih berbohong mencoba mengutil seolah tidak ada CCTV yang melihat mereka.

Mereka ini yang akan saya bahas dalam tulisan kali ini…. Mereka yang terjebak di antara primitif dan teknologi.

Sebut saja drama politik negara ini setelah pilpres. Satu pihak menuding pihak lainnya berbuat curang tanpa sadar bahwa jaman sekarang yang seperti itu dengan mudah dibuktikan. Atau sebaliknya jika ada yang berbuat curang dalam input hasil perolehan pemilu tanpa sadar teknologi dapat memungkinkan setiap mata mengawasi mereka.

Kita hidup di mana guru-guru modern mengatakan pada anak SMAnya, “oke buka gadget kalian dan tolong searching mengenai anu. Saya akan kasih kalian waktu 10 menit untuk mencari tahu dan setelah itu kita diskusi.” Sementara ada juga sekolah (di kota besar) yang melarang siswa-siswinya membawa gadget ke sekolah.

Saat guru-guru modern meminta anak didiknya mengumpulkan tugas lewat google class, masih ada sekolah di kota yang masih menyuruh siswinya mengumpulkan tugas menyalin dari google. COME ONE!!

Setelah dipikir-pikir akar permasalahannya, ternyata mengenai “integritas”. Jika saya disuruh menjelaskan satu kata sulit ini “Integritas” pada anak-anak. Saya akan mengatakan bahwa Integritas adalah dapat dipercaya dan dapat diandalkan dari segi kejujuran!

Sekolah atau guru yang terjebak antara primitif dan teknologi tidak dapat mempercayai siswa-siswinya jika mereka diijinkan membawa gadget ke kelas. Jadi alih-alih memanfaatkan teknologi mereka memilih membatasinya. Alih-alih mengajarkan nilai integritas agar anak menunjukkan sikap dapat dipercaya, mereka memilih menutup kesempatan anak berbuat curang. Paham maksud saya?

Ya, masalahnya memang rumit. Di satu sisi ada teknologi, di sisi lain ada karakter, jika keduanya dapat sejalan, bayangkan dahsyatnya masyarakat di mana kita tinggal. Mereka yang terjebak di antara primitif dan teknolgi adalah mereka yang tidak dapat mengejar teknologi dengan karakter positif, mereka yang tidak dapat bertanggungjawab atas teknologi yang ada di depan mata mereka… dengan kata lain, orang-orang yang norak!

Apakah kata ‘norak’ terlalu keras? Bagaimana dengan orang yang ‘piknik’ di stasiun MRT saat stasiun itu baru dibuka? atau mereka yang bergelantungan di MRT dan menginjak bangku MRT?

Apakah kata “norak” terlalu keras? Bagaimana dengan orang yang mengklaim kemenangan padahal hasil teknologi mengatakan sebaliknya?

Jadi jika kita mau dikatakan bijak, alih-alih norak, manfaatkan teknologi dengan bertanggungjawab dan pupuk karakter positif, serta sadari ada “CCTV” di manapun Anda berada!

Tentang Menyombongkan Diri


Anakku,
Suatu saat kau pulang dengan sedih,
Katamu temanmu mengatakan wajahmu tak secantik mereka,
Dan kau tak sekaya mereka,
Dan kau tak sepintar mereka.

Anakku,
Ada banyak hal dalam dunia yang dapat disombongkan manusia,
Mereka bisa menyombongkan penampilannya,
Atau menyombongkan kepintarannya,
Atau menyombongkan kekayaannya,
Atau menyombongkan kedudukannya.

Kebanggaan manusia adalah apa yang ia miliki,
Kemudian mereka merasa lebih baik daripada yang lain,
Menyombongkannya dan menjadi lupa…
Bahwa sesungguhnya mereka tak memiliki apa-apa
Bahwa apa yang ada pada mereka adalah titipan Pencipta.

Keelokan wajah tak perlu disombongkan,
Tuhan berkata semuanya baik,
Semua manusia istimewa,
indah dalam pandangan Penciptanya

Namun… kau harus ingat
Bertanggungjawab artinya menjaga tubuhmu dengan baik
Berpenampilan pantas, membersihkan diri
Karena kepercayaan diri memancarkan kecantikan
Dan kebaikan hati mengeluarkan pesonamu.

Kepintaran bukan untuk disombongkan,
Namun diberikan Tuhan untuk membantu sesama
Gunakan akal budimu sebaik mungkin
Kendalikan diri dan gunakan kecerdasanmu dengan baik
Bertanggungjawab artinya mau belajar,
Berpikir kritis dan tidak malas.

Kekayaan bukan untuk disombongkan,
Namun seberapa banyak yang Tuhan percayakan padamu,
Pergunakan dan kelola itu dengan bijak.
Bertanggungjawab artinya menjadi berkat melalui apa yang kita miliki,
Berbagi dan menolong orang lain adalah apa yang Tuhan perintahkan

Kedudukan bukan untuk disombongkan,
Ada di posisi manapun kau saat ini,
Tugasmu adalah melakukan yang terbaik
Berusaha semampumu,
Tidak menjadi arogan ketika kau ada di atas,
Dan tidak iri ketika kau ada di bawah
Bertanggungjawab artinya bersikap bijak dengan kuasa yang kau miliki,

Tahukah kau apa yang dapat kau sombongkan dalam hidup?
Kau dapat menyombongkan Tuhanmu,
Kau dapat bermegah dalam Nama-Nya
Ketika orang memujimu,
Pujilah Tuhan, sombongkanlah Dia
Sebutlah Nama-Nya yang kudus, sombongkanlah Dia
Katakan bahwa semua dari diri-Nya, sombongkanlah Dia

Kau dapat menyombongkan Tuhanmu,
Kau dapat bermegah dalam Nama-Nya
Ketika kau mulai besar kepala, pujilah Tuhanmu!
Katakan semuanya dari Dia
Kecantikan, kepintaran, kekayaan, kedudukan
Semuanya sia-sia tanpa Dia

Sombongkanlah Dia,
Bermegahlah dalam Dia
Bermegahlah dalam Nama-Nya yang kudus,
Biarlah bersukahati orang-orang yang mencari Tuhan

Insinyur Semesta


Kemarin, keran tempat cuci piring di tempat saya rusak (mungkin Anda sudah melihat video dua menit curhat saya). Sebenarnya sudah berhari-hari, dan saya menggunakan solusi cepat tapi tidak efektif, yaitu menggunakan karet gelang supaya bocornya bisa tertahan. Papa saya insinyur (selalu saya banggakan), dan bagi Papa hal-hal seperti ini sangat mudah. Tapi saya tidak langsung bilang sama Papa. Saya berusaha menyelesaikannya sendiri, sampai kemarin kerusakannya sudah tidak mungkin ditahan lagi. Air menetes terus dan keran tidak bisa digunakan lagi.

Saya telepon Papa saya (saat itu malam-malam sekitar jam 7 malam), berkata dalam kepanikan, “Pa, ini gimana, kerannya rusak”.

Papa saya menjawab (ngeselin sih jawaban pertama) “ya harus dibenerin dong kalau rusak”.

“Ya tapi gimana, apa harus panggil orang buat benerin keran rusak”

“Ga usah, benerin sendiri aja, gampang itu mah.”

“Tapi Greissia ga bisa benerinnya, ini ga bisa berenti airnya gimana.”  (ya baik, saya memang seperti anak kecil memanggil nama pada diri sendiri kalau ke Papa dan Mama saya)

“Gampang itu mah tinggal diganti aja. Nanti sebentar Papa mandi dulu terus langsung ke sana”

Tidak lama kemudian Papa saya datang untuk melihat duduk permasalahannya. Papa datang membawa kotak perkakas berat yang isinya kunci-kunci untuk keperluan memperbaiki keran. Saat itu saya sudah berhasil memutar keran pada posisi yang tepat, tapi kalau kena dikit saja pasti airnya keluar lagi.

“Oh, ini sih harus ganti keran. Ya sudah besok pagi-pagi Papa beli keran terus ke sini. Ini jangan diputar-putar dulu, sementara pakai keran kamar mandi saja”

Besok paginya, Papa saya datang, membawa keran baru dan memperbaiki keran dengan cepat.

Orang Kristen saat ini terbagi menjadi dua kutub, mereka yang ‘melupakan Tuhan’ ketika ada masalah dan berusaha menyelesaikan dengan caranya sendiri (seperti saya saat tahu keran rusak), dan mereka yang serakah dan suka “memotivasi Tuhan” untuk memberkati mereka.

Dapatkah Anda membayangkan kalau saya telepon Papa saya dan berkata seperti ini “Papa, Greissia percaya papa sanggup memperbaiki keran. Greissia sebagai anak mengklaim bahwa Papa akan membelikan keran baru dan memperbaiki keran yang rusak”.

Bagi saya itu tindakan kurang ajar! Sama sepert yang dilakukan seorang ibu kepada anaknya yang berusia 5 tahun, “ayo Nak, mama percaya kamu bisa membereskan mainan setelah selesai digunakan”, semacam tindakan memotivasi dan Tuhan tidak perlu dimotivasi. Memotivasi Tuhan sama seperti melecehkan-Nya.

Ada perbedaan yang jelas antara beriman dengan memotivasi Tuhan melakukan apa yang kita inginkan dengan “bahasa penuh iman”.

Kalimat yang diawali “aku percaya…” adalah kalimat untuk diri sendiri. Saya percaya Papa saya bisa memperbaiki keran, maka dengan penuh iman saya berkata “Papa, tolooong”. Kita beriman Tuhan sanggup menolong kita, maka ketika kita berada dalam masalah kita berkata “Tuhan, tolooong”.

Tapi permintaan tolong bukanlah tuntutan. Saya tidak menuntut Papa saya untuk menolong saya, saya tahu Papa saya menolong saya karena dia sanggup melakukannya. Ketika dia berkata “besok Papa ke sini” saya tidak boleh berkata “sekarang Papa!! Perbaiki sekarang!” Semoga Anda memahami maksud saya.

Memasuki tahun yang baru ada banyak pendeta (biasanya dari aliran karismatik) yang menghimbau jemaat untuk “mengklaim janji Tuhan”. Mengklaim artinya menuntut. Silahkan pikirkan sendiri pantaskah kita menuntut Tuhan?

Dalam video di bawah ini diperlihatkan pendeta memimpin jemaatnya meyakini bahwa Tuhan akan memberi rumah baru, mobil baru, hutang-hutang lunas, menjadikan pemimpin, menjadikan kaya. HEY!! Itu bukan doa! Itu kurang ajar!

Kalau Bapamu memberimu ‘berkat’, itu bukan karena kamu menuntut Dia, itu karena Dia berpikir kamu bisa mengelola berkat itu dengan baik. Kalau kamu datang pada Bapa untuk minta berkat, atau memberi sejumlah uang supaya diberkati, apa bedanya dengan pergi ke gunung Kawi untuk minta pesugihan??

Kalau Bapamu tidak memberimu apa yang kau inginkan, itu karena Dia tahu apa yang terbaik untukmu. Jika Dia memang tidak akan memberikannya, mengklaim, memotivasi, atau apapun tidak akan membuat Dia tergerak untuk memberikannya.

Tuhan dekat dengan orang yang patah hatinya dan menyelamatkan mereka yang remuk jiwanya (Mazmur 34:19), dan tidak ada tertulis Dia dekat dengan orang yang serakah, atau memberi kepada orang tamak.

Jadi lain kali ketika Anda mau mengklaim, atau menuntut, atau memotivasi Tuhan, ingat…Mungkin Anda harus patah hati dan remuk jiwa dulu baru Dia mendengarkan Anda. Itupun bukan melakukan apa yang Anda inginkan, tapi melakukan apa yang Dia inginkan!

Dia adalah insinyur semesta, Dia tahu apa yang harus dilakukan, kapan harus dilakukan dan apa dampaknya ketika itu dilakukan (atau tidak dilakukan). Percaya saja, berserah pada-Nya ketika hati Anda patah atau jiwa Anda remuk, tapi jangan sok-sokan mengajari atau memotivasi Dia mengenai apa yang seharusnya atau tidak seharusnya Dia berikan dalam kehidupan Anda. Karena ada perbedaan antara beriman dan sok tahu!

Antara Benci dan Cinta


Anakku,
Ku bertanya “bolehkah kita membenci orang?”
Aku jawab “tidak,”

Tapi… kau harus bisa membedakan
Antara membenci dan tidak sejalan
Antara membenci dan tidak sepakat
Antara membenci dan tidak bersahabat

Kita tidak boleh membenci
Tapi juga tidak harus sejalan dengan orang lain,
Terutama jika mereka melakukan apa yang tak baik
Karena Firman Tuhan berkata
“Berbahagialah orang yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh”

Kau harus memilih dengan siapa kau bergaul
Tapi kau harus bisa menjadi berkat bagi semua orang
Itu adalah dua hal yang berbeda

Jangan berjalan menuruti nasihat yang tidak baik dari teman-teman yang tak baik
Tapi jadilah teladan,
Berbuat baik kepada mereka yang tak baik

Jangan berdiri di jalan orang berdosa
Melakukan apa yang dilarang Firman Tuhan
Atau yang sering ku katakan ”jangan..”
Tapi jadilah teladan
Lakukan apa yang benar sekalipun tak ada yang melakukannya

Kau tak boleh membenci
Tapi mengasihi tak berarti sama dengan orang lain

Kau tak boleh membenci
Tapi mengasihi tak berarti ikut-ikutan melakukan ini itu

Kau tak boleh membenci
Tapi mengasihi tak berarti melakukan semua yang orang lain ingin kau lakukan

Anakku,
Ketika kau memahami hal ini
Kau akan memahami maknanya menjadi terang yang mempengaruhi kegelapan
Bukan terang yang pudar
Atau terang yang suram

Ketika kau memahami hal ini
Kau akan memahami maknanya menjadi garam yang mengasinkan
Bukan yang tawar dan tak berguna

Kasihilah sesamamu manusia
Tapi tetaplah menjadi jati dirimu
Terang dunia…

Ketika Pancasila Menangis


Pancasila itu dasar yang bagus. Bagus sekali malah, mencakup seluruh aspek kebangsaan. Di jaman saya dulu, anak-anak TK sudah bisa menghafal Pancasila. Orang tua membantu anaknya menghafal Pancasila sehingga mau tidak mau mereka pun hafal Pancasila.
 
Tapi mengaku saja, saat kita TK Pancasila hanya sesuatu yang kita hafalkan tanpa kita maknai, persis seperti ayat hafalan yang sering diberikan oleh Guru Sekolah Minggu. Panjang, tapi tidak dimengerti!
 
Parahnya, seiring dengan berjalannya waktu, sesuatu yang dihafalkan tanpa dimaknai akan tetap seperti itu, dihafal tapi maknanya tak pernah sekalipun kita pikirkan, tak pernah sekalipun kita resapi, tak pernah sekalipun kita mengerti.
 
arti pancasila, garuda pancasila, ideologi pancasila, pengertian pancasila, pancasila sebagai ideologiSila pertama ditulis dengan gagah disamping lambang bintang “Ketuhanan yang Maha Esa”, begitu indah, dan akhirnya dimaknai secara sembarangan. Tuhan itu hanya satu, kalau kamu tak menyembah Tuhan yang sama dengan Tuhanku, kamu pasti kafir, karena itu orang kafir halal darahnya!
 
Katanya Bintang melambangkan cahaya, seperti Tuhan, itu makanya dipilih sebagai lambang sila pertama. Tapi kalau kita mau melihat dari sudut pandang yang sedikit berbeda, kenyataannya banyak bintang di alam semesta ini, kamu boleh memiliki bintangmu, aku bintangku sendiri, walau keduanya sama-sama terang.
 
arti pancasila, garuda pancasila, ideologi pancasila, pengertian pancasila, pancasila sebagai ideologiSila kedua ditulis dengan ketegasan disandingkan dengan rantai: “Kemanusiaan yang adil dan beradab“. Saat kita kecil kita menerima saja penjelasan mengapa rantai dipilih untuk sila ini, yaitu kondisi manusia yang saling membantu, sebuah kondisi peradaban umat manusia: saling membantu.
 
Mungkin karena maknanya sebatas saling membantu bergotong royong maka arti adil dan beradab tidak dimaknai lebih dalam. Beradab berarti menjadi bagian dalam masyarakat dengan segala resikonya, taat aturan dan siap mengambil konsekuensi jika melanggarnya.
 
arti pancasila, garuda pancasila, ideologi pancasila, pengertian pancasila, pancasila sebagai ideologiSila ketiga ditulis adem di bawah pohon beringin: “Persatuan Indonesia“. Suatu sila yang begitu banyak disakiti akhir-akhir ini. Persatuan berarti “kau dan aku berbeda namun dapat bersatu” dan bukan berarti “kau dan aku sama”. Beringin dengan satu akar tunggal yang masuk dalam tanah namun memiliki banyak akar gantung di ranting-rantingnya.
 
Entah di mana letak kekeliruan memaknai sila ini. Bagaimana Batak dan Jawa bisa dianggap sama, karena memang berbeda, tapi keduanya Indonesia? Bagaimana Padang dan Ambon bisa dianggap sama karena berbeda tapi bukankah keduanya Indonesia? Bagaimana keturunan Arab dan Tionghoa bisa dianggap sama, karena memang berbeda, tapi bukankah keduanya yang tinggal di Indonesia berbangsa Indonesia?
 
arti pancasila, garuda pancasila, ideologi pancasila, pengertian pancasila, pancasila sebagai ideologiSila keempat selalu merupakan sila yang paling sulit untuk dihafalkan anak TK, terlalu banyak bahasa yang sulit dimengerti, karena itu sampai besar kita tak pernah benar-benar memaknainya, hanya menghafal begitu saja: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” (Belum lagi lambangnya agak menakutkan, Banteng dengan dasar merah)
 
Sila ini untuk pemimpin, yang harus memimpin dengan hikmat dan bijaksana. Tidak mungkin seorang dapat memimpin jika ia tidak memiliki hikmat dan kebijaksanaan. Tapi lucunya hari-hari ini kita disuguhkan dagelan dari para wakil rakyat, belum lagi korupsi yang merajalela.
 
Kepemimpinan dengan hikmat dan bijaksana ini dinaungi oleh dua kata sulit lainnya: permusyawaratan dan perwakilan. Semua harus dirembukkan, karena itu Presiden memiliki banyak mentri. Kemudian rakyat memiliki wakil… yang senantiasa melucu di gedung hijau itu.
 
arti pancasila, garuda pancasila, ideologi pancasila, pengertian pancasila, pancasila sebagai ideologiSila kelima adalah sila kegemaran saya: Keadilan sosial bagi SELURUH rakyat Indonesia (penekanan dari saya) dengan lambang padi dan kapas yang menggambarkan pangan dan sandang.
 
Ini juga selama beberapa puluh tahun tak pernah terjadi. Ada daerah yang baru didatangi presidennya di empat tahun belakangan. Ada daerah yang baru melihat aspal dalam empat tahun belakangan (dan daerah lainnya yang bahkan tidak tahu aspal itu apa).
 
Jika saya menjadi Pancasila, dengan pelanggaran besar-besaran seperti ini, tentunya saya menangis. Tak ada satupun sila yang benar-benar diterapkan di negara. Suatu dasar ideal yang tetap menjadi mimpi karena tak pernah terwujud.
 
Selamat hari jadi, Pancasila, sedih sekali karena tahun ini, kau masih harus menangis.

Saat Kau Keriput


Tanganku,
Suatu saat kau akan keriput
Tapi sebelum saat itu
Aku harap sudah banyak yang kau kerjakan
Berguna bagi orang lain,
Membantu sesama,
Melakukan apa yang hebat,
Menghasilkan karya besar,
Mengubahkan dunia

Wajahku,
Suatu saat kau akan keriput,
Tapi sebelum dan bahkan sesudah saat itu
Aku harap banyak yang kau tunjukkan,
Senyum yang menenangkan
Tawa yang hangat
Kemarahan yang dikendalikan,
Perhatian tulus saat ada yang bicara,

Mataku,
Suatu saat penglihatanmu akan kabur
Tapi sebelum saat itu
Aku harap banyak yang sudah kau lihat
Banyak yang sudah kau pelajari,
Banyak yang sudah kau baca,
Banyak yang sudah kau kenali,

Telingaku,
Suatu saat pendengaranmu mungkin akan berkurang
Tapi sebelum saat itu
Aku harap banyak yang sudah kau dengar
Banyak keluhan yang kau dengarkan
Banyak cerita yang kau tangkap
Banyak pelajaran yang kau dapatkan

Mulutku,
Suatu saat mungkin kau akan banyak bicara,
Mengeluh ini itu,
Mengomel ini itu,
Tapi sebelum saat itu,
Aku harap kau bisa mengendalikannya
Seperti kekang pada kuda
Lambat berkata-kata
Memilah mana yang harus diucapkan
Berlatih untuk tak memaki
Berlatih untuk tak mengomel
Berlatih untuk mengatakan apa yang manis

Tubuhku,
Suatu saat kau akan renta
Tapi sebelum saat itu,
Berkaryalah,
Berbuatlah banyak,
Bersyukurlah,
Bantulah mereka yang membutuhkan

Agar ketika saatnya tiba,
di tengah keriputmu,
Kau dapat tersenyum,
Ketika Pencipta memanggil.

Air untuk Raja


Hari ini saya mendengar kotbah yang luar biasa dari seorang Hamba Tuhan di salah satu gereja di Kota Bandung. Kotbahnya tentang tiga orang pahlawan yang mengambilkan air dari Sumur Bethlehem untuk Daud (I Tawarikh 11:15-19). Bapak Pendeta menyamakan air dari sumur Bethlehem dengan “Air Hidup dari Bethlehem”, dan seterusnya, dan seterusnya…

Saya diberkati oleh Firman Tuhan yang dibagikan tersebut, namun ketika saya merenungkannya, saya mendapat hal lain dari kisah yang luar biasa tersebut.

Kisah itu adalah tentang tiga orang terbaik Daud yang mendengar keinginan Daud: ingin minum air dari sumur Di Bethlehem. Kondisinya saat itu Bethlehem sedang dikuasai oleh militer Filistin, sehingga hampir tidak mungkin mengambil air dari sumur tersebut.

Mendengar keinginan Daud, tiga orang ini menerobos perkemahan Filistin untuk mengambil air dari Sumur Betlehem. Setelah mereka memperoleh air itu, mereka membawanya kepada Daud.

Sampai sini saya membayangkan kondisinya jika saya menjadi satu dari tiga orang itu. Apa yang akan saya rasakan ketika Daud akhirnya meminum air yang saya dapatkan dengan mempertaruhkan nyawa. Jika Anda menjadi satu dari tiga orang itu, apa yang akan Anda rasakan saat Daud meminum air yang Anda peroleh dengan pertaruhan nyawa? Senang? Puas? Bahagia?

Tentu Anda senang ketika pemimpin Anda “menikmati” hasil dari kerja keras Anda, bukan?

Apa yang terjadi dengan air itu? Daud tidak meminumnya, malah mencurahkan air itu sebagai korban untuk Tuhan.

Saya bayangkan lagi apa yang terjadi saat itu. Ketiga orang itu melihat ketika air itu dituangkan ke tanah, dipersembahkan kepada Tuhan. Apa yang mereka rasakan? Mana yang lebih mereka sukai? Air itu diminum oleh Daud atau dipersembahkan kepada Tuhan.

Para pemimpin, khususnya pemimpin gereja, seringkali Anda menuntut orang yang Anda pimpin melakukan ini dan itu, terkadang sesuatu yang tidak masuk akal. Mengharapkan mereka untuk memenuhi standar Anda yang luar biasa tinggi: “menerobos pertahanan musuh untuk mendapatkan ‘air hidup dari Betlehem'”.

Namun seringkali ketika anak buah Anda mendapatkan keberhasilan, yang Anda lakukan adalah ‘meminum air’ itu. Anda meminumnya dengan rakus, berharap nama Anda semakin besar, Anda semakin terkenal .

Percayalah, jika Daud meminumnya, ketiga orang itu tidak akan disebutkan sebagai ‘pahlawan’ dalam ayat ke 19. Mungkin jabatan mereka hanya sebagai “orang terbaiknya Daud” (ayat 15).

Karena Daud mempersembahkan air itu untuk Tuhan, maka ketiga orang itu dituliskan Alkitab sebagai “pahlawan”.

Ketika nama Yesus ditinggikan, dan setiap perbuatan baik dan keberhasilan dipersembahkan kepada Tuhan, Dia akan menarik semua orang datang kepada-Nya, dan kita akan menjadi pahlawan-pahlawan Tuhan…

Pemimpin yang Melayani


Image result for chain of commandMenyadari pentingnya pengelolaan manajemen yang baik, salah seorang Hamba Tuhan di salah satu gereja di sebuah kota di Indonesia menghubungi kami untuk membantu beliau menata manajemennya. Dalam perbincangan santai dengan salah seorang Hamba Tuhan di gereja tersebut kemarin (setelah rapat konsultasi usai), saya mengatakan bahwa salah satu pokok persoalan yang menyulitkan dalam memperbaiki manajemen gereja (untuk beberapa gereja) adalah istilah “Pemimpin yang melayani”.

Saya menceritakan bahwa dalam dunia sekuler, Job Desc merupakan daftar tugas yang menjadi acuan seseorang bekerja. Tidak boleh ada inisiatif kebablasan yang membuat seseorang merasa harus mengerjakan tugas orang lain. Setiap orang harus menghormati wilayah pekerjaan dan wewenang orang lain, dalam dunia sekuler. Dalam dunia sekuler, walaupun sebagai pemilik perusahaan, namun batasan pekerjaan tetap dibuat. Sebagai konsultan, saya akan menganjurkan agar pemilik perusahaan tidak ‘ujug2’ mengepel lantai atau membuang sampah. Alasannya? Hal tersebut dapat merusak “chain of command” dalam perusahaan tersebut.

Saya akan bercerita sedikit apa itu chain of command. Chain of Command adalah sebuah hubungan dalam struktur organisasi yang menunjukkan siapa melaporkan pekerjaan pada siapa, siapa bertanggungjawab kepada siapa, siapa harus menjawab apa kepada siapa. Chain of Command yang baik menjamin bahwa ada satu orang yang bertanggungjawab untuk setiap tugas dan posisi.

Sekarang bayangkan jika seorang manager tiba-tiba berusaha mengepel lantai. Manager tersebut berinisiatif untuk membersihkan lantai ketika ada seorang yang muntah. Siapa yang menjamin bahwa apa yang dilakukannya sesuai dengan prosedur yang berlaku? Siapa yang menjamin bahwa hasil akhir dari pekerjaannya sempurna? Jika tidak sempurna, siapa yang bertanggungjawab?

Nah, hal tersebut sulit sekali diterapkan di dalam gereja. Dalam sebuah gereja saya pernah melihat ketika “pemilik gereja” yang adalah pengusaha (jaman sekarang gereja bisa dimiliki oleh seorang pengusaha yang bukan pendeta dan kemudian memanggil pendeta-pendeta bergelar Pdt. untuk berkotbah) tiba-tiba tergerak untuk memarkirkan kendaraan yang masuk ke gedung sebuah guest house yang adalah miliknya. Tanpa bermaksud seudzon, Beliau mungkin ingin menunjukkan pada pendeta yang berkotbah bahwa beliau termasuk “pemimpin yang melayani”

Baik, di beberapa gereja mungkin memang ada “pelayanan parkir”. Tapi dalam kasus ini tidak begitu, ada petugas parkir yang sedang bertugas di sana. Petugas parkir tersebut, sesuai dengan budaya timur, tentu saja tidak dapat menghampiri si Bapak dan berkata “maaf Pak, saya yang bertanggungjawab mengatur parkir di sini, biarkan saya melakukan tugas saya… Bapak masuk saja”. Tentu yang bersangkutan takut dipecat.

Ada banyak kesalahan yang dapat terjadi ketika seorang atasan tiba-tiba mengambil alih job desc bawahan, diantaranya:

  1. Ketika kesalahan terjadi, sulit mencari siapa yang bertanggungjawab.
  2. Ketika kesalahan terjadi, wibawa atasan akan jatuh di depan anak buah.
  3. Ketika yang dilakukan benar, kinerja anak buah justru akan menurun

Di gereja, menanamkan pemahaman ini menjadi begitu sulit karena adanya konsep “pemimpin yang melayani”. Mungkin Anda kemudian berkata, “kalau begitu apakah kamu setuju jika para pendeta bersikap bossy?”

Saya akan balik bertanya: Mengapa Yesus menyuruh murid-muridnya mencari makanan ke warung ketika 5000 orang laki-laki mengikutinya? Mengapa tidak dia sendiri saja yang pergi mencari makanan?

Atau: Mengapa Yesus menyuruh murid-muridNya mencari keledai untuk Dia tunggangi di hari raya Pondok Daun, kenapa tidak Dia saja yang mencarinya? Kenapa Dia menyuruh murid-murid-Nya yang mencari loteng untuk mereka makan Paskah terakhir, mengapa tidak Dia saja?

Apa Anda menangkap maksud saya? Menjadi pemimpin yang melayani tidak berarti bahwa Anda mengerjakan bagian orang lain. Setiap orang memiliki porsinya masing-masing. Menjadi pemimpin yang melayani berarti Anda melakukan tugas Anda dengan sikap hati yang benar untuk kepentingan banyak orang, bukan hanya sekedar untuk kepentingan Anda. Menjadi pemimpin yang melayani adalah mempercayai peran semua orang dalam organisasi yang Anda pimpin, mengakui bahwa bukan Anda satu-satunya yang hebat, menghargai setiap orang atas kinerja mereka yang tidak ada intervensi seenaknya.

Saya tahu beberapa orang akan menunjukkan saya definisi boss dan leader… Lihatlah gambar di bawah, jika Anda seorang leader, Anda akan memastikan perahu yang Anda naiki bergerak ke arah yang benar  dan bukannya merebut dayung dan ikut mendayung… Jika Anda melakukannya karena ingin menjadi “pemimpin yang melayani”, percayalah, mungkin kapal Anda akan menabrak karang. Seorang boss akan duduk santai dan menyalahkan semua orang ketika perahu tidak sampai di tujuan atau mengambil alih tujuan ketika perahu tiba di tujuan dengan selamat.

Image result for leader

Memang terkadang kita perlu bersabar ketika kinerja orang lain tidak sebaik yang kita harapkan. Pemimpin yang melayani memberi kesempatan dan motivasi, bukan mengambil alih…

Ketika Anda menjadi pemimpin, walau itu di dalam gereja, saya sarankan… Hormati Chain of Command!