Menjadi Superman!


Sebuah cerita (sangat) singkat…

“Papa, aku ingin jadi Superman,” kata anakku tadi. Ketika aku membangunkannya, rupanya dia sedang bermimpi terbang di langit mengawasi orang-orang di bawahnya, siap turun kapan saja seseorang membutuhkan bantuannya.

“Apa kau ingin papa membelikanmu pakaian Superman?” tanyaku sebagai jawaban atas pernyataan anakku.

“Baju Superman itu bisa membuat aku terbang, kuat dan bisa membantu orang gak, Pa?” tanya anakku lagi, polos.

“Hmm, papa rasa tidak, Sayang. Baju itu hanya akan membuatmu terlihat seperti Superman” jawabku tanpa dipikir. Aku takut dia akan melompat dari lantai dua jika dia pikir pakaian itu bisa membuatnya terbang seperti Superman.

“Kalau begitu aku tidak mau baju Superman, buat apa? Aku tidak mau terlihat seperti Superman. Aku ingin JADI Superman.” katanya dengan penekanan pada kata “jadi”.

“Baik, nanti sore setelah papa pulang kantor, kita pikirkan kemungkinan-kemungkinan kamu jadi Superman, ya?! Bagaimana?” jawabku akhirnya. Aku harus berpikir keras agar anakku tidak akan mengulang-ulang keinginannya setiap hari untuk menjadi Superman.

Di perjalananku ke kantor, aku ingat impian masa kecilku, menjadi Superman (aku rasa aku tahu dari mana anakku mewarisi bakat ‘ingin jadi Superman’nya). Ketika ditanya oleh teman-teman maupun guruku, aku selalu menjawab, “kalau besar nanti, aku ingin jadi Superman. Aku ingin membantu banyak orang!”. Benar-benar cita-cita naif seorang anak. Kalau dipikir-pikir sekarang, apa hebatnya jadi Superman. Bergerak ke sana ke mari membantu orang. Imbalannya? Tidak ada!

Ya, kedewasaan membuat kita dapat berpikir dengan logis, bukan? Seandainya Superman itu ada, aku tidak tahu bagaimana dia bisa hidup dan tetap bekerja di sebuah perusahaan tanpa dipecat, sementara ia memiliki sampingan hilir mudik membantu orang lain tanpa bayaran. Entah apa sebabnya anak-anak begitu ingin menjadi Superman.

Tapi aku tidak mungkin menjelaskan pada anakku bahwa menjadi Superman itu bukan karir yang menarik dan tidak akan membuatnya kaya raya. Tidak, bukan itu alasannya. Kalau aku menjelaskan dengan cara begitu, aku kuatir nanti anakku malah bermimpi menjadi orang kaya, dan itu tentunya akan merepotkan aku. Walaupun kalau dipikir-pikir, setiap orang dewasa sepertiku pasti punya cita-cita menjadi orang kaya.

Tapi tidak, anakku tidak boleh ingin jadi kaya sejak kecil. Aku teringat anak temanku yang sembunyi-sembunyi menjadi tukang parkir karena ingin mengumpulkan uang dan menjadi orang kaya. Anak kecil terkadang memiliki cara yang aneh untuk mewujudkan keinginannya. Aku harus benar-benar memikirkan kata-kata yang tepat untuk disampaikan pada anakku nanti sore, perihal keinginannya menjadi Superman.

Di perjalanan ke kantor aku mampir untuk membeli keperluan kantor. Saat keluar dari toko, aku melihat seorang anak berusia 8 tahunan, seusia anakku, tersenyum menghampiriku dan berkata, “dibawakan Pak, barangnya?”

“Tidak usah, nak” jawabku spontan. Tidak mungkin aku biarkan seorang anak membawakan barang-barangku, bukan? Itu benar-benar tawaran yang akan aku tolak secara langsung, bahkan jika aku sakit sekalipun.

“Keluar mobilnya, Pak?” katanya lagi

“Ya, kamu tukang parkir di sini?” jawabku heran.

“Ya pak.”

“Kamu tidak sekolah?”

“Sekolah pak, nanti siang. Sekarang cari uang dulu.” katanya polos

“Cari uang buat jajan?”

“Bukan pak, buat beli seragam adik. Adik saya baru masuk sekolah.” Tiba-tiba senyumnya merekah, “Adik saya sudah bisa baca lho pak, saya yang ajari. Padahal dia baru umur 6 tahun”

“Oya?” jawabku. Aku menghentikan langkahku dan menyejajarkan tinggi tubuhku dengan anak itu. “Kamu memangnya butuh biaya berapa buat seragam adik?”

“Seratus lima puluh ribu pak. Untuk seragam sekolah dan pramuka”

“Mana bapak kamu?”

“Bapak saya juga markir juga pak, di sana” katanya sambil menunjuk satu tempat. “Nanti jam 11 saya pulang terus ke sekolah.”

“Memangnya uang dari bapak kamu gak cukup buat seragam adik?”

“Uang bapak buat bayar hutang, Pak. Saya kemarin sakit. Bapak bawa saya ke rumah sakit. Biayanya hutang sama tetangga. Saya tidak enak, Pak. Karena saya… uang buat masuk sekolah dan beli seragam adik saya jadi habis. Sekarang saya harus ganti uang itu”

Hatiku trenyuh mendengar anak seusianya sudah dapat berpikir sejauh itu. “Sudah berapa lama kamu markir?”

“Tiga hari Pak. Tapi uang parkir kemarin saya kasih ke teman saya. Jadi saya masih harus markir tiga hari lagi. Sehari saya bisa dapat tiga puluh ribu lho Pak.” jawabnya bangga sambil nyengir.

“Lho, kenapa diberikan ke teman kamu?”

“Soalnya adiknya sakit pak. Saya sendiri punya adik, dan pasti sedih sekali kalau adik saya sakit. Saya berikan uang saya supaya dia bisa bawa adiknya ke dokter. Kasihan pak teman saya itu, adiknya banyak”

Aku kemudian mengeluarkan selembar uang seratus ribuan dari dalam dompet dan menyerahkan padanya, “nih… buat kamu. Kamu mendingan pulang saja dan berikan pada bapak kamu. Jangan markir lagi”

“Wah, tidak usah pak… Saya memang butuh uang, tapi kalau menerima dari Bapak seperti itu saya kan jadi tidak enak. Lagipula hanya tiga hari lagi kok pak.”

“Waktu kamu membantu teman kamu, apa perasaan kamu sesudahnya?” tanyaku

“Wah, pertama sih ragu pak. Tapi setelah melihat teman saya kesenangan, saya jadi senang juga, senang sekali… Kalau saya punya uang banyak pak… saya akan sering membantu teman-teman saya seperti itu”

Sejenak aku tertegun mendengarnya, tapi jawabannya memang seperti yang aku inginkan, “kalau begitu kamu mau bantu saya?”

“Mau pak” jawabnya

“Saya ingin merasakan kesenangan seperti kamu.”

“Maksudnya bagaimana pak?”

“Kalau kamu terima uang ini, maka saya akan merasa senang seperti ketika kamu membantu teman kamu. Sudah lama saya tidak merasa senang seperti itu.”

Kemudian dia berpikir sejenak dan dengan ragu menerima uang seratus ribu yang aku sodorkan kepadanya. “Apa sekarang bapak sudah merasa senang?” jawabnya dengan mata polosnya dan senyum kecilnya.

“Ya, sudah… saya merasa senang sekali… Terima kasih ya. Sekarang, bisa bantu saya keluar ke jalan? Tapi hati-hati markirnya. Oya siapa nama kamu?

“Parman Pak, Suparman… Coba kalau Superman ya pak…pasti lebih keren hahaha…”

Ketika mobilku siap berangkat, aku mendengar Parman berteriak, “oya, makasih Pak… makasih banyak” dan tiba-tiba saja aku merasa menjadi Superman…

Di perjalanan aku termenung sejenak, berusaha untuk mengumpulkan potongan demi potongan kejadian yang kualami baru saja. Aku rasa aku tahu bagaimana bicara dengan anakku mengenai impiannya menjadi Superman.

Dalam diri setiap orang, ada keinginan untuk menjadi Superhero, entah itu Superman, atau Batman, atau Spiderman… Namun keinginan terbesar mereka sebenarnya bukanlah memiliki kekuatan super, tapi membantu orang lain dengan kekuatan super itu.

Manusia diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Pencipta. Ada benih kebaikan di dalamnya yang kemudian dirusak oleh dosa. Namun jauh di dalam diri manusia, selalu ada keinginan untuk berbuat kebaikan pada sesama. Kisah-kisah Superhero dibuat untuk mewujudkan keinginan tersebut, menjadi pahlawan yang dapat memperjuangkan kebaikan.

Sebenarnya pahlawan adalah mereka yang melakukan kebaikan untuk orang lain, namun entah bagaimana definisinya berubah menjadi ‘orang dengan kekuatan super’.

Superman menjadi Superman bukan karena dia bisa terbang, tapi karena dia bisa membantu orang lain dengan kekuatan yang dia miliki. Setiap orang bisa menjadi Superman karena Tuhan memberikan setiap orang kekuatan yang berbeda-beda. Sebagian orang diberikan kekuatan menghitung dengan tepat. Sebagian orang diberikan kekuatan menghibur orang, sebagian lagi diberikan kekuatan melayani orang lain.

Ketika dia menggunakan kekuatannya untuk dirinya sendiri, maka dia tidak jauh beda dengan orang lain. Namun ketika ia menggunakannya untuk membantu orang lain, dia adalah pahlawan.

Aku rasa anakku akan mengerti. Aku akan mengajaknya memulai perjalanan menjadi pahlawan, menemukan kekuatannya dan kemudian menggunakannya untuk membantu orang lain.

Ketika aku memikirkan itu, tiba-tiba aku tersentak, lalu apa yang dapat kulakukan untuk menjadi pahlawan? Aah, menjadi orangtua itu sulit, bukan? Aku rasa nanti aku akan memulai perjalanan pencarian kekuatan bersama anakku. Agar aku pun dapat mewujudkan impian masa kecilku, menjadi Superman…