Binatang Buas yang terpojok


Aku melihatmu
Tatapan matamu
Aumanmu
Ancamanmu
Aku melihatmu

Kau meringkuk,
Sesekali mengaum menunjukkan kebuasanmu
Matamu tajam tapi menangis
Sesakit itu melindungi dirimu

Matamu gelap
Kau mencakar membabi buta
Kau terpojok tak berdaya
Sesakit itu melindungi dirimu

Kau marah,
Kau murka,
Kau bingung
Jadi kau hancurkan semua di depanmu
Sesakit itu melindungi dirimu

Aku hampiri perlahan
Aku melihatmu
Kau terluka sehingga melukai,
Kau sakit sehingga menyakiti
Aku melihatmu
Aku tak akan membalasmu karena aku di sini untukmu
Mengobati lukamu
Aku melihatmu

Menjadi Mama di usia 42


Saya menjadi Mama di usia yang tak bisa dibilang muda. Walau saya ingin berkata “saya berjiwa muda”, memiliki anak beda cerita. Tubuhmu memberitahumu bahwa “kau tak muda lagi, akui saja”

Di atas usia 40, seluruh organ tubuhmu pun berusia di atas 40, normalnya begitu. Dan berusia di atas 40 berbeda dengan usia 25 tahun. Bahkan tanpa kehamilan atau beban habis operasi , di usia 40 kau akan merasa pegal ketika duduk terlalu lama, sakit pinggang saat berdiri setelah duduk terlalu lama, membungkuk di waktu yang lama, dan kegiatan fisik lain

Namun menjadi orang tua di usia 42 tahun juga berarti kau hanya memiliki beberapa tahun sisa untuk dipanggil Mama oleh anak yang keluar dari rahimmu sendiri. Tentu saja mengadopsi anak adalah pilihan yang mulia… tapi jika kau ingin dipanggil mama oleh buah hati yang lahir dari dirimu sendiri, maka usia 42 adalah seperti kereta terakhir.

Peduli amat sakit pinggang saat berdiri lama, atau luka bekas caesar yang menjadi keloid, atau kegiatan memberi asi yang membuat sakit punggung semalaman,… ketika kau memegang bayi mungil dalam genggamanmu semua tidak ada artinya.

Kemarin saat kontrol, kami baru tahu bahwa anak kami kuning dengan bilirubin 16.3 (batasnya untuk usia dan kondisinya adalah 18, jadi sudah mendekati). Kami benar-benar kuatir. Dokter mengatakan tenang saja dan menyuruh saya dan suami untuk memasukkan anak saya ke perinatal care.

Saat antri kami memutuskan untuk pulang karena antrian panjang dan banyak anak-anak sakit yang mungkin bisa menulari anak kami, jadi kami memutuskan untuk mencari second opinion dan pulang saja.

Dokter yang kedua memberi solusi untuk menyeling ASI dengan sufor, dan kami lakukan dengan perasaan kuatir. Semalaman saya tidak bisa tidur sampai subuh tadi sepupu saya tercinta berkata, tidak apa, sinar saja… anakku juga kemarin begitu yang baru lahir, kemudian kami chat panjang lebar mengenai mengatasi kondisi kuning pada anak berdasarkan pengalamannya (dua anaknya kuning saat usia 1-2 minggu karena perbedaan golongan darah dengan ibu)

Nasihat dari ibu dengan pengalaman yang peduli dan kita percayai jauh lebih penting daripada dokter manapun. Jadi jam 5 saya mengajak suami saya untuk kembali ke RS tempat anak kami dilahirkan dan kami memasukannya ke perinatal care.

Tadi sore saya datang untuk memberi ASI pada anak saya disela-sela penyinarannya. Di ruang laktasi, saya melihat kesamaan dari tiap wanita habis melahirkan yang duduk di sana sambil memegang bayinya. Mereka duduk diam sambil memandangi bayi di genggamannya, tak mempedulikan tubuh yang baru kesakitan. Matanya penuh dengan kekaguman dan cinta… sebagian nengajak bicara walau yang diajak bicara tidur pulas dan tak paham.

Menjadi ibu di usia saya sekarang secara fisik memang berat. Tapi bayangkan rasanya ketika kau berlari hampir ketinggalan kereta terakhir ke tempat yang kau idam-idamkan, dan kau berhasil menaikinya.

Ajari aku tentang iman


Ajari aku lagi, Tuhan
Tentang iman yang benar,
Seperti Kau ajari aku dulu
Ketika aku berdoa tapi tak menunjukkan imanku

Ajari aku lagi, Tuhan
Tentang iman yang benar,
Seperti Kau ajari aku dulu
Bahwa ketika aku berdoa
Aku harus percaya sepenuhnya
Bahwa Kau tahu yang terbaik

Ajari aku lagi, Tuhan
Tentang iman yang benar,
Memohon, sekaligus berserah
Berserah, sekaligus percaya
Percaya walau belum melihat
Percaya bahwa tangan yang tak kelihatan itu tahu yang terbaik
Menerima setiap keputusan-Nya
Dengan ucapan syukur

Hanya bercanda?


Amsal 26:18-19
Seperti orang gila menembakkan panah api, panah dan maut, demikianlah orang yang memperdaya sesamanya dan berkata: “Aku hanya bersenda gurau.”

Pernahkah Anda mendengar orang berkata “aku kan hanya bercanda” atau “ah itu kan hanya main-main saja”?

Bercanda bukanlah sesuatu yang salah, jika dilakukan pada saat yang tepat. Tapi jika itu dilakukan pada saat yang salah, Alkitab berkata, seperti orang gila yang menembakkan panah api.

Dapatkah Anda membayangkan orang gila yang menembakkan panah api. Dia melakukannya tanpa pertimbangan, tanpa pikir panjang dan sangat membahayakan, bukan hanya satu orang, tapi banyak orang yang ada di sekelilingnya.

Kontestasi pilpres sedang memasuki babak akhir, di mana penilaian setiap calon (dan partai pengusungnya) sudah selesai dilakukan oleh rakyat. Rakyat jaman sekarang, khususnya milenial dan gen-Z yang merupakan sebagian besar pemilih sudah terbiasa menilai (sudah berapa banyak ajang pencarian bakat yang dilakukan berdasarkan penilaian ‘rakyat’).

Papa saya pendukung Ganjar Pranowo, capres yang semakin lama semakin menampakkan keangkuhannya dan didukung oleh partai yang ketuanya pun tidak bisa menjaga lisannya.

Sejak awal saya katakan pada Papa, Ganjar tidak mungkin menang, gaya komunikasinya tidak dapat diterima oleh generasi jaman sekarang. Ketika diwawancara oleh salah satu podcaster, Alam Ganjar, putera Ganjar berkata “ayah saya hanya bercanda, itu satir saja”. Papa saya pun sama seperti Alam Ganjar, menjawab,”itu kan guyon aja”

Masalahnya, Ganjar bercanda di saat yang tidak tepat, dengan audien yang tidak tepat dan di ajang yang tidak tepat. Jika dia bercanda di panggung komika, mungkin orang akan memberikan applause.

Begitu pun dengan ketua partai pengusungnya, Ibu Megawati, yang dengan bercanda berkata “saya ini cantik dan karismatik”, “gini-gini saya anak proklamator lho”, “bukan sombong, gini-gini saya presiden kelima lho”

Bagi angkatan Papa saya mungkin mendengar bu Mega berkata begitu akan maklum dan dalam pikirannya kata-kata itu dikategorikan “hanya bercanda”, tapi bagi generasi jaman sekarang, yang memiliki panggung khusus bercanda (stand up comedy atau panggung lawak lainnya), apa yang diucapkan bu Mega itu norak, tidak pada tempatnya dan justru menurunkan wibawanya sendiri.

Belum lagi momen yang terkenal sampai saat ini. Saya tidak tahu apakah mereka berdua menyesal karena telah bercanda tidak pada tempatnya. Ketika Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan memberikan nilai kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto di acara debat.

Dengan wajah seperti itu, angkatan Papa saya hanya akan tertawa dan berkata “ah, itu kan hanya bercanda”, tapi sekali lagi, angkatan muda yang menilai ini bukanlah panggung standup comedy akan melihatnya sebagai “orang gila yang menembakkan panah api”

Ironisnya, ketika dibalas oleh Gibran pada debat cawapres, angkatan Papa saya justru berkata “itu kurang ajar dan songong”, yang sontak saja oleh Grace Natalie (seusia saya btw) dijawab “apa bedanya? Waktu itu Pak Anies dan Pak Ganjar pun begitu. Beda usianya mirip-mirip tuh, dua puluh tahun”

“Hanya bercanda” yang mereka lakukan terbukti seperti orang gila yang menembakkan panah api. Rakyat memberi nilai rendah pada mereka berdua, hingga dijadikan bahan olok-olokan kaum muda. Ya, menjadi orang gila yang menembakkan panah api, tapi panah apinya tidak kena sasaran lawan malah mengenai dirinya sendiri.

Sejak kecil, jarang sekali ada orang tua yang mengajarkan “berpikirlah sebelum bicara”, sehingga banyak orang yang asal bicara. Ketika kepepet, kemudian menjawab “hanya bercanda”.

Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo mendapatkan hasil dari bercandanya yang kelewatan. Mudah-mudahan kita tidak menjadi generasi yang seperti orang gila menembakkan panah api…

Apa itu Bahagia?


Apa itu bahagia?

Apakah bahagia itu…
…ketika kau mendengar sesuatu yang lucu?
Atau ketika kau melihat sesuatu yang menyenangkan?
Atau ketika kau makan makanan yang kau sukai?
Atau ketika kau dapat melakukan apapun yang kau suka?

Apakah bahagia itu…
…ketika kau tak marah?
Atau ketika kau tak sedih,
Atau ketika kau tak kecewa,
Atau ketika kau tau patah hati?

Apakah bahagia itu…
…ketika kau lebih baik dari orang lain?Atau ketika kau lebih unggul dari orang lain?
Atau ketika kau merasa menjadi nomor satu?
Atau ketika kau merasa menang?

Apakah bahagia itu…
…ketika kau merasa ada yang menyayangimu?
Atau ketika kau bersama orang yang kau cintai?
Atau ketika ada yang mengatakan bahwa dia mencintaimu?

Apakah bahagia itu…
…ketika kau tak kekurangan?
Atau ketika kau mendapatkan apa yang kau inginkan?
Atau ketika kau mencapai apa yang kau cita-citakan?
Atau ketika kau beruntung?

Apa itu bahagia?

Berjudi dengan Kehidupan


Sebagian orang mengira hidup adalah permainan,
Kau bertaruh di dalam permainan itu,
Berharap mengambil lebih dari kehidupan

Nama baik ditaruh di atas meja,
Dadu dilempar,
Kalau kau menang, kaya raya menanti
Kalau kau kalah, tak ada lagi yang mempercayaimu

Iman dtaruh di atas meja,
Roda keberuntungan diputar
Kalau kau menang, bahagia semu menanti
Kalau kau kalah, tak ada tersisa

Sebagian orang mengira hidup adalah permainan
Mereka berjudi dengan kehidupan
Berapapun peluang kemenangan diambil,
Demi bahagia,
Demi kaya,
Demi kepuasan

Jika memang hidup adalah permainan,
Apakah yang pentas ditaruh di atas meja itu?
Apakah yang pantas dipertaruhkan dan dimenangkan?
Apakah yang tak cukup berharga untuk kehilangan…
…atau cukup berharga untuk dimenangkan?

Pilihan untuk kehidupan


Anakku,
Sebelum kau dilahirkan,
Kau bahkan tak memiliki pilihan untuk memilih
Sang Pencipta memilihkan untukmu,
Menaruhmu dalam rahim ibumu,
Itulah kenapa…
Hidupmu disebut anugerah

Selagi kau masih sangat kecil,
Kau tak memiliki banyak pilihan,
Bahkan hampir tak ada
Kami orang tuamu memilihkan untukmu,
Makanan yang kau makan,
Minuman yang kau minum,
Baju yang kau pakai,
Itulah kenapa…
Kami disebut orang tuamu,
Itulah kenapa…
Kami bertanggungjawab penuh atasmu Continue reading

Ketika Kau dihukum Mati


image

Ketika kau dihukum mati,
Ada orangtua yang berduka,
Ada kekasih yang patah hati,
Ada teman-teman yang kehilangan

Ketika kau dihukum mati,
Ada harapan bahwa kau akan lebih baik
…dalam kehidupan selanjutnya
Setidaknya Tuhan berbelas kasihan

Ketika kau dihukum mati,
Ada penyesalan mendalam…
…dari orangtua yang menangis
Kalau saja dulu mereka lebih peduli,
Kalau saja dulu mereka lebih tegas,
Kalau saja dulu…

Ketika kau dihukum mati,
Ada penyesalan mendalam…
…dari kekasih yang bersedih
Kalau saja mereka tahu,
Kalau saja ada yang dapat dilakukan,
Kalau saja…

Ketika semuanya selesai,
Ketika hidupmu berakhir,
Kehidupan mereka yang kau kasihi terus berjalan
Disertai harapan…
Semoga saja kematianmu tak sia-sia

Mudah-mudahan saja…
Kematianmu dijadikan pelajaran
Bahwa hidup ini berharga,
Terlalu berharga untuk disia-siakan…
Bahwa setiap orang berharga,
Terlalu berharga untuk menyakiti sesama…

Bahwa anak-anak mereka berharga,
Terlalu berharga untuk diabaikan…
Dan kekasih mereka berharga,
Terlalu berharga untuk disakiti…

Nasi sudah menjadi bubur,
Palu hakim telah diketuk,
Senapan telah dibidik…

Ketika kau dihukum mati….
Ah, semoga saja kau beristirahat dalam damai, Saudaraku
Terkadang, kematian satu atau beberapa orang…
…diperlukan untuk menyelamatkan kehidupan

Semoga Tuhan menyelamatkan jiwamu…
Ketika hukum tak dapat memberimu pengampunan…

Bandung, 29 April 2015
Pk. 01.25, satu jam setelah eksekusi mati…

Negara Dolanan


Ini negara dolanan
Demokrasi berubah jadi mainan
Capres kalah merasa dirinya macan
Mengamuk, menghasut dan menekan

Ini negara dolanan
Sang Macan terluka jadi pimpinan
Membentuk koalisi dengan napsu kekuasaan
Membabi buta menerjang lawan

Ini negara dolanan
Presiden pun tak tahan
Melawan rakyat dengan kedaulatan
Kau berkhianat, nama baik menjadi taruhan

Ini negara dolanan
Agama dijadikan alasan sejumlah preman
Berbaju putih, dengan janggut dan sorban
Mengintimidasi dan menghancurkan
Jangan andalkan aparat kemanan

Ini negara dolanan
Apatisme adalah syarat bertahan
Nasionalisme hanya untuk alasan
Tetap tinggal di negara dolanan

Setiap orang memainkan peranan
Sebagian berusaha jadi pahlawan
Sebagian tak tahan godaan
Sebagian jadi korban

Setiap orang memiliki pilihan
Untuk menjadi pahlawan
Untuk menjadi setan
Atau menjadi korban

Jika ini negara dolanan
Setidaknya bermainlah dengan Iman
Ikuti dolanan dengan aturan
Agar ketika Tuhan berkenan
Dolanan akan jadi sungguhan

Pencitraan, Reputasi dan Tekanan…


Suatu kata yang menjadi marak menjelang pemilu adalah “pencitraan”. Pencitraan adalah ketika seseorang berusaha memberikan citra / image positif di mana orang yang melihatnya.

Sebenarnya “pencitraan” merupakan bentuk halus dari sebuah kata makian yang kita kenal sejak lama, yaitu “cari muka”, bedanya pencitraan dilakukan pada saat-saat di mana penilaian akan dilakukan.

Jika Anda seorang guru atau guru sekolah minggu, Anda akan tahu trik ini: “siapa yang duduk palin rapi akan mendapat hadiah…”, kemudian terjadilah di depan hidung saudara, anak-anak itu melakukan pencitraan… Continue reading