Ahok: Antara Daniel dan Gembala


Tulisan saya kali ini mungkin agak membosankan bagi Anda yang tidak terlalu menyukai tulisan-tulisan serius dan rohani. Tapi sudah lama saya ingin menulis ini, dan saya akan berusaha menulisnya secara singkat dan tidak terlalu membosankan. Baik, mari kita mulai…

image

Ahok, yang memiliki nama panjang Basuki Tjahaja Purnama, mendadak disorot beberapa bulan belakangan. Dia adalah Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa yang berhasil merebut hati sebagian besar etnis di tanah air, tak terbatas golongan, ras atau agama tertentu.

Saya tak perlu membahas gaya berkomunikasinya yang blak-blakan dan spontan, kita semua mengetahuinya. Saya juga tak perlu membahas kiprahnya di dunia politik, Anda bisa langsung melihat buktinya di ibukota dan tulisannya di blog pribadinya.

Saya ingin membahas mengenai filosofi yang ia percayai… Bukan sekedar Tuhan yang ia sembah, tapi gaya hidup yang dia tunjukkan.

Ahok adalah manusia yang mengetahui tujuan hidupnya. Dalam salah satu kesaksiannya ia mengatakan sebuah kalimat yang menginspirasi dan sangat saya sukai:

Charity itu seperti orang Samaria yang baik hati, ia menolong orang dianiaya. Sedangkan Justice, kita menjamin orang di sepanjang jalan dari Yerusalem ke Yerikho tidak ada lagi yang di rampok dan dianiaya.  Hal ini yang memicu saya untuk memasuki dunia politik.

Memang tak semua orang memiliki panggilan “Justice”. Kebanyakan Warga Negara Tionghoa atau yang beragama Kristen di Indonesia berpikir bahwa charity sudah cukup bagi mereka. Sebagian melakukannya agar tokonya tidak diganggu preman, sebagian agar dapat pahala, sebagian dengan tujuan ‘keagamaan’ tertentu. Jarang sekali yang melakukannya karena belas kasihan. Tapi sudahlah, tak salah memberi bagi yang membutuhkan, bukan?

Hanya sedikit saja orang Kristen seperti Ahok yang mampu mengenali panggilan untuk berpolitik. Bukan untuk urusan agama, tapi panggilan kemanusiaan, untuk keadilan.

Apa yang dilakukan Ahok mengingatkan saya pada seorang tokoh di Alkitab, minoritas yang menjadi pemimpin karena integritas dan rekam jejaknya. Tepat!! Dia adalah Daniel, warga jajahan yang memiliki spirit of excellent. Sikap hidup yang sempurna, standar kebenaran yang tinggi.

Apa yang terjadi pada Daniel? Ia dibenci rekan sejawatnya karena menjadi pejabat yang tidak bersedia korup dan mengikuti gaya kerja yang lain.

Apa yang terjadi pada Daniel? Ia hampir berakhir di gua singa, lolos dari mulut singa-singa lapar yang mendadak kenyang saat melihatnya.

Alkitab tak menjelaskan mengapa ia dibenci. Saya rasa menjadi kesayangan raja pun ada alasannya. Mengapa raja menyayangi Daniel? Atau,… Apakah ia dibenci karena ia adalah minoritas yang berhasil naik ke tingkat atas?

Mungkin ia dibenci karena sebagai minoritas ia lebih disukai banyak orang daripada rekan-rekannya…

Apa yang terjadi pada Daniel? Prinsip hidupnya membuat ia dikenal sebagai orang benar dan Tuhannya Daniel dikenal sebagai Tuhan yang benar.

Bagaimana dengan kita di tempat kerja? Apakah kita menghargai waktu dengan baik? Apakah kita tepat waktu saat datang di pagi hari dan saat setelah istirahat siang? Apakah kita menolak kompromi dengan kecurangan-kecurangan kecil? Apakah kita menolak menerima suap walau itu tiket ke luar negeri?

Apakah kita sudah bisa seperti Daniel? Jika tidak, jangan harap Anda mendapatkan kepercayaan lebih, dan jangan harap Anda menjadi iklan dari Tuhan yang Benar.

Hal kedua yang saya ingat dari gaya kepemimpinan Ahok adalah gaya gembala. Melalui program dan realisasinya, ia memberi rumput hijau dan air tenang, mengobati dan melindungi…

Saya bahkan berpikir gaya kepemimpinan ini yang jarang kita temui di gereja saat ini.

Penggembalaan tipe Ahok adalah membuka line telepon pribadi dan akunnya di media sosial untuk mendengar keluh kesan warganya dan memberi solusi yang tepat.

Bandingkan dengan banyak Pendeta yang menjadikan dirinya public figure di media sosial, menuai like sebanyak mungkin orang, namun hanya memposting fotonya jalan-jalan, eh… kunjungan kerja, eh…pelayanan ke luar negeri.

Bandingkan dengan banyak pendeta besar yang fokus pada dirinya sendiri, mimpi menjadi motivator tingkat dunia dengan hanya posting teori kalimat-kalimat bijak namun tak menggubris permintaan pertemanan atau sapaan jemaatnya, apalagi permohonan konsultasi atau minta didoakan.

Jadi kalau saya ditanya, kenapa Ahok disukai? Saya akan menjawab… Karena ia menerapkan prinsip kerja Daniel dan gaya kepemimpinan gembala.

Ngomong-ngomong, bagaimana prinsip kerja Anda? Jika Anda pemimpin, bagaimana gaya kepemimpinan Anda?

Nb: sebenarnya saya sudah lelah membahas segala sesuatu tentang Pendeta-pendeta itu,… Tapi ketika ada pembanding yang hebat, saya tergelitik untuk mengangkatnya lagi, hehe…

Gembala kambing


Sebagai orang Kristen, kita lebih sering mendengar istilah gembala domba daripada gembala kambing. Jika Anda sedang main “tebak profesi”, maka gembala kambing dan gembala domba akan dianggap sama saja. Sama-sama gembala ternak yang bunyinya mengembik. Lagipula, tidak banyak yang bisa membedakan rasa daging kambing dan domba.

Tahukah Anda apa beda kambing dan domba selain dari bentuknya. Apakah diantara Anda ada yang tidak bisa membedakan kambinh dan domba? Baik, saya akan beri sedikit gambaran. Domba memiliki bulu lebat yang dapat dibuat menjadi wol, sedangkan kambing memiliki janggut di bawah mulutnya.

image

Kambing adalah binatang yang rajin. Mereka mandiri, dapat mencari makan sendiri dan memiliki ekor tegang seolah selalu siaga. Jika Anda menggembalakan kambing, Anda harus berjalan di belakang mereka karena sifat mereka yang aktif dan suka mencari jalan sendiri.

image

Kambing tidak suka berada di kerumunan. Mereka adalah bintang penasaran yang selalu ingin tahu. Gembala kambing harus berjalan di belakang untuk mengikuti kehendak dan keingintahuan sang kambing jika tidak ingin kehilangan.

Sementara itu, domba adalah binatang inferior bodoh yang tidak suka sendirian. Mereka suka berada di kerumunan, malas, dan bahkan tidak dapat memiliki inisiatif mencari makan sendiri.

Domba cenderung melangkah kemana saja sang gembala melangkah dan mereka akan berjalan bersama-sama, dengan lambat, dalam kerumunan para domba.  Karena mereka tinggal dalam kerumunan, resiko berkelahi menjadi besar dan gembala bertugas melerai dan mengobati luka yang ditimbulkannya.

Jika Anda seorang gembala domba, Anda harus berjalan di depan, paling tidak di antara mereka… Untuk memastikan mereka melihat dan mengikuti Anda.

image

Domba tidak memiliki keinginan, ia bahkan tak dapat berbuat apa-apa jika bulu di tubuhnya terlalu berat. Mereka benar-benar mengandalkan gembala mereka untuk menuntun, menggunting bulu, meminyaki, mengobati, menjaga mereka, bahkan melerai pertengkaran mereka.

Jika Anda orangtua jaman sekarang, saya yakin Anda lebih suka anak Anda berperilaku seperti kambing daripada domba, bukan begitu? Tidak merepotkan selama keinginan mereka terpenuhi, mandiri, cerdas… Orangtua manapun akan malas memiliki anak bodoh seperti domba, tidak mandiri, mengikut saja dan rentan.

Tapi lucunya, Alkitab kita menulis, Tuhan lebih suka pengikutnya seperti domba daripada kambing. Tuhan menggambarkan diri-Nya sebagai gembala domba, dan bukan gembala kambing.

Hal yang lebih lucu adalah, banyak gembala jemaat, guru-guru dan juga orangtua saat ini menganggap jemaatnya sebagai kambing daripada domba. Persaingan lapang rumput membuat gembala mengikuti keinginan kambing dan alih-alih menyediakan apa yang dibutuhkan, malah apa yang diinginkan.

Sibuknya jadwal dan kemajuan jaman membuat gembala mempersilahkan ternaknya mandiri… Tidak perlu ada luka yang diobati, beban yang digunting, konflik yang diselesaikan… Lebih mudah menjadi gembala kambing daripada gembala domba, bukan begitu?

Akhir minggu kemarin saya berada di SD Ekklesia Cikarang, senang sekali melihat guru-guru yang menyadari tugasnya sebagai gembala domba. Mengagumkan melihat guru yang menegur anak menjawab “heeh” dan memintanya mengganti dengan “iya, miss”.

Para pendidik Kristen, memang menyenangkan menjadi gembala kambing, tapi bukan itu panggilan Tuhan dalam hidup kita… Semoga renungan sore ini bermanfaat… See u

Domba Terhilang


Aku adalah domba terhilang
Tidak tahu kapan aku mulai tersesat
Yang ku tahu tiba-tiba aku tidak lagi bersama kerumunanku

Aku berusaha mencari jalan menuju gembalaku
Kembali ke kerumunanku
Kembali ke kandangku
Bersama teman-temanku

Tapi aku tak bisa
Semakin aku berusaha
Semakin jauh aku tersesat

Aku benar-benar tak sanggup
Semakin aku mencari
Semakin aku tak tahu aku ada di mana

Aku menanti gembalaku
Tak kunjung datang
Apakah dia sadar kalau aku hilang
Apakah dia sadar kalau satu dombanya tak di tempat Continue reading