Kepercayaan


Kadang, kepercayaan datanganya mirip sama penyesalan…belakangan. Saat kita mengambil suatu tindakan yang penuh resiko…maka kita harus bersiap-siap menghadapi dua kemungkinan…penyesalan, atau kepercayaan yang bertambah..

Bagian terberat ada ketika kita berada dalam posisi mengambil tindakan beresiko.. Apalagi ketika kita mengambil tindakan itu kepercayaan orang makin lama makin berkurang, karena mereka tidak yakin dengan apa yang kita lakukan.

trus, apa dong yang harus dilakukan? saya cuma bisa kepikiran dua tindakan sih:

  1. Berhenti melakukan tindakan itu dan lakukan apa yang orang lain harapkan biar kepercayaan mereka tetap atau sedikit bertambah (catatan: sedikit bertambah, atau malah berkurang juga…kalau kita selalu melakukan apa yang orang minta, bukannya kepercayaan bertambah, justru malah berkurang karena mereka jadi meragukan kita)
  2. Trus melakukan tindakan itu dan buktikan bahwa kita tahu apa yang sedang kita kerjakan. Resikonya…kita harus mengalami yang namanya ‘kehilangan kepercayaan’. Resiko kedua, waktu yang kita lakukan ternyata gagal..tapi toh segala sesuatu harus dicoba, dan orang pintar gak akan mengambil tindakan yang peluang gagalnya lebih besar daripada berhasil

Guys, what do you think

Facebook Fever


Sekarang gak punya teman bukan masalah ternyata…Kalaupun ada teman-teman, ternyata orang lebih memilih teman2 dari dunia maya.  Orang sibuk dengan dunianya dan perhatian terhadap lingkungan sekitar mulai berkurang.

Sepertinya, orang akan lebih memilih si “Budi” di dunia maya, daripada jika si Budi itu ada di hadapannya.

Sesuatu yang pada dua puluh tahun yang lalu dianggap TIDAK MUNGKIN “Bagaimana mungkin menyatukan semua orang di dunia”, sekarang menjadi sangat mungkin…cuma menekan satu tombol dan buzzz..dunia di hadapan Anda.

Dan anehnya, kalau dulu orang mengagung2kan yang namanya Privacy, saat ini orang mengobral privacynya…lagi kesel tulis di Facebook (yang mana semua orang bisa mengetahuinya), lagi mau mandi, tulis, mau makan, tulis…Wah…

Gak cuma semua orang bisa mengetahuinya, semua orang bisa mengomentarinya. Hmm…saya lagi berpikir, apakah ini tidak membuka suatu budaya dan kebiasaan baru..kebiasaan usil dan mau tahu urusan orang??

Tapi, kalau saja facebook dipakai dengan benar, untuk saling menguatkan, bertukar informasi yang lebih berguna…pasti bakalan lebih ok..

Tapi segala sesuatu pasti ada akhirnya, dan ketika itu berakhir…akan mulai suatu babak baru. Kita lihat, setelah orang saling membuka privacy, apa yang akan terjadi kemudian?

Keluarga…


Sebenarnya keluarga itu diciptakan Tuhan untuk apa? Bukankah untuk saling melindungi dan mempercayai? Sebagai ‘home’ ?? Kalau bangunan rumah adalah ‘house’, maka keluarga yang menjadikannya sebagai ‘home’.

Di ‘home’ orang merasa aman karena dipercayai.

Di ‘home’ orang merasa aman karena mendapatkan perlindungan

Di ‘home’ orang merasa aman karena mendapatkan kekuatan

Di ‘home’ orang merasa aman karena mendapatkan dukungan

Pertanyaannya sekarang adalah…bagaimana kalau kita tidak mendapatkan semua itu dari keluarga kita. Bagaimana kalau keluarga kita tidak bisa mempercayai, tidak bisa memberikan perlindungan, kekuatan dan dukungan? Sebaliknya malah memberikan kecurigaan, rasa tidak aman, mematahkan semangat dan mencibir pada kita?

Apa sih peran anak dalam sebuah keluarga? apakah cuma obyek yang tidak boleh berpikir dan bertindak sesuai kata hatinya? Apakah anak hanya sebuah ‘milik’ dari orangtua. Orangtua menentukan dengan siapa anak boleh dan tidak boleh bergaul?

Saya berpikir, alangkah lebih baiknya jika dalam keluarga pun ada pemisahan, antara masalah yang menjadi privacy dan masalah keluarga… Apakah harus orangtua menentukan apa yang harus menjadi karir anaknya? Apakah harus orangtua menentukan anaknya bergaul dengan siapa? Apakah diperbolehkan orangtua atau saudara melihat-lihat isi handphone anaknya atau anggota keluarga yang lain?

Seorang anak adalah milik masa depan…bukan milik orangtuanya..

Orangtua adalah orang kepercayaan Tuhan yang hanya diberikan sedikit waktu untuk membentuk anak panah di tangannya. Sekali anak panah itu lepas…sudah bukan tanggungjawabnya lagi ke mana anak panah itu akan berlari…

Orangtua adalah kepercayaan Tuhan yang hanya diberikan sedikit waktu untuk berinvestasi pada hidup anak-anaknya..setelah itu, anak-anaknya adalah seorang pribadi yang utuh…Pribadi yang juga bisa berpikir, pribadi yang bisa memiliki pendapat, pribadi yang memiliki perasaan.

Tapi kenapa banyak orang berpikir bahwa keluarga adalah tempat mereka menjalankan tirani karena di luar mereka tidak mendapatkan tampuk kekuasaan itu. Kenapa banyak orang merasa berhak memiliki anak-anaknya.

Kalau begitu, apakah ketika seseorang menjadi pembunuh, orangtuanya yang akan dipenjara? tidak…seseorang yang sudah dewasa akan menerima sendiri konsekuensi dari apa yang dilakukannya.

Orangtua yang bijak adalah orangtua yang mengerti arti dari kedewasaan anaknya…

Orangtua yang bijak adalah orangtua yang tetap mengatakan “papa mempercayaimu” karena dia tau bahwa dia sudah mendidik anaknya dengan benar

Orangtua yang bijak adalah orangtua yang tetap mengatakan “papa mendukungmu” karena dia tahu bahwa anaknya sudah menjadi individu yang berrumbuh atas didikannya

Orangtua yang bijak adalah orangtua yang lebih mempercayai anaknya daripada kata-kata orang…

Orangtua yang bijak adalah orangtua yang menghargai anaknya sebagai pribadi yang utuh, lengkap dengan pikiran, perasaan dan kehendak…

Sebaliknya…

Orangtua yang gagal adalah orangtua yang mencurigai anaknya. Dia tidak yakin bahwa dia sudah menanamkan nilai-nilai yang tepat…

Orangtua yang gagal adalah orangtua yang tidak bisa mempercayai anaknya. Dia tidak yakin bahwa dia pun dapat dipercaya dalam mendidik anak…

Orangtua yang gagal adalah orangtua yang menceritakan keburukan anaknya pada orang lain. Mereka memilih anaknya yang malu daripada mereka sendiri yang malu…

Orangtua yang gagal adalah orangtua yang tidak bangga pada anaknya. Mereka merasa bukan mereka yang menjadikan anaknya berhasil…

Orangtua yang gagal adalah orangtua yang melibatkan orang lain dalam urusan rumahtangga dan keluarganya. Mereka merasa tidak mampu membereskan urusannya sendiri..

Jadi…orangtua seperti apakah Anda?