Sebuah Cerpen, Seri Gereja Bintang Lima (feel free not to read it)
Tag Archives: gereja bintang lima
Kelas untuk Pendeta Gereja Bintang Lima
Itu adalah kelas yang unik, setiap mahasiswa pasca sarjana yang ada di dalamnya begitu perlente, tak jarang mereka berdasi dan mengenakan jas mahal yang begitu bergaya.
Mereka tidak belajar dengan tujuan untuk lebih mahir melakukan sesuatu, atau untuk lebih tahu akan sesuatu. Tidak! Mereka belajar untuk mendapat suatu gelar kehormatan “Doktor” yang merupakan syarat tak tertulis bagi para Pendeta yang memimpin sebuah Gereja Bintang Lima.
Cara berkotbah sudah mereka kuasai, isi Alkitab sudah mereka baca bolak balik tak terhitung berapa kali. Mereka bahkan dapat memahami Alkitab yang ditulis dengan bahasa aslinya. Mereka pun sudah merasa mengenal Tuhan, buktinya mereka hafal nama-nama Tuhan, baik dalam bahasa Ibrani, Yunani, hingga bahasa Arab.
Ilmu komunikasi? Jangan ditanya! Mereka sudah bisa membuat jemaat menangis termehek-mehek dan terbakar oleh semangat setiap kali habis mendengar kotbah mereka. Dalam hati bahkan mereka merasa, tanpa bantuan Roh Kudus pun mereka mampu melakukannya.
Ilmu Manajemen? Wah, walau bukan ahlinya, tapi siapa yang dapat menentang mereka? Lagipula, dengan adanya sistem software, keamanan dan teknologi yang baik, tak ada yang peduli dengan sistem manajemen yang benar.
Jangan tanya soal mengelola keuangan. Jika semua anak-anakmu sekolah di luar negeri, siapa yang berani bicara soal mengelola keuangan denganmu. Kau bahkan dapat menghasilkan ratusan juta hanya dengan bicara dan menantang orang di panggung mimbar selama 45 menit.
Ya, kelas itu memang kelas yang unik. Dosen yang mengenakan kacamata dan sepatu butut, yang mengabdikan hidup untuk mengajar dan mengendarai motor bebek adalah saluran berkat, tapi mereka bukan apa-apa dibanding para mahasiswa yang adalah Para Pendeta Gereja Bintang Lima yang terhormat.
Suatu kali pernah dibahas masalah LGBT di kelas itu. Sebagai pendeta Gereja Bintang Lima mereka tidak bisa terang-terangan menyebut itu dosa, tidak bisa! Jemaat mereka kebanyakan adalah orang berpendidikan yang menganut prinsip humanisme dan berpikir “masakan Tuhan tidak menghendaki umatnya bahagia dengan pilihan orientasi seksual mereka.” Jika pendeta Gereja Bintang Lima terang-terangan menentang hal ini, maka mereka akan ditinggal para manusia humanis modern yang memberikan perpuluhan besar untuk gereja. Biarkan saja para penginjil dan pendeta pedesaan yang menentang hal itu.
Suatu kali juga pernah dibahas mengenai ide bagaimana agar gereja bisa membangun gedung megah tanpa terlilit utang piutang. Sebuah gedung mewah yang akan meningkatkan gengsi para pendeta itu. Proyek janji iman, door prize bagi jemaat yang memberi perpuluhan, hingga program iuran berjangka menjadi jawaban.
Ada satu pendeta yang mengatakan bahwa di gerejanya mereka mengembangkan software yang mendata seluruh jemaat, pekerjaan dan gajinya. Software itu juga bisa memberikan informasi siapa jemaat yang berpotensi memberi paling banyak untuk gereja Tuhan. Tujuannya agar Pendeta bisa melakukan follow up dan menjadwalkan kapan perlunya berkotbah tentang pentingnya memberi perpuluhan dan apa konsekuensi jika tidak memberi.
Ada juga pendeta yang mengatakan gerejanya memberikan semacam kupon undian bagi jemaat yang rutin hadir dan memberi persembahan dan perpuluhan. Kupon itu akan diundi akhir tahun, dan yang menang akan mendapatkan hadiah mobil keluaran terbaru.
Ada satu pendeta yang mengatakan bahwa di gerejanya semua jemaat dapat mendaftar untuk suatu program kematian. Mereka diwajibkan menyetorkan sejumlah uang setiap tahun, katakanlah Rp.200.000/anggota keluarga agar sewaktu-waktu jika ada anggota keluarga yang mati, gereja bisa memberi santunan sejumlah Rp.10.000.000. Jemaat pasti bersedia mendapat keuntungan berlipat seperti itu saat mereka mati. Bahagia di bumi, bahagia di Surga. Kemudian ada rekan pendeta yang bertanya “kalau sampai ada yang terlambat atau tidak bayar bagaimana, katakanlah di tahun ketiga?”. Setelah berpikir sejenak, pendeta itu menjawab “tentu saja haknya hilang, keanggotaannya gugur secara otomatis”
Ada pendeta yang mengatakan gerejanya menemukan suatu metode baru yang membuat para pengunjung jemaat diperhatikan. Mereka yang terdaftar sebagai jemaat harus membuat kartu yang akan dikenal oleh alat pemindai di depan pintu. Alat pemindai itu dapat mengenali setiap (kartu identitas) jemaat dan menuliskan nama jemaat di layar monitor yang tersedia. Ah, para domba bodoh itu senang bukan kepalang saat namanya muncul di monitor, “Selamat datang Bapak Anu, minggu kemarin gak dateng ya, di program kami tidak terdetect soalnya.” Hanya saja pendeta itu mengatakan mereka masih belum menemukan cara jika kartu anggota ketinggalan di rumah. Mungkin chip yang ditanam di tangan adalah solusinya.
Gedung gereja dan teknologi merupakan suatu topik yang sering dibahas di kelas yang unik ini. Mereka sibuk menyelidiki satu dengan lainnya. Secara tersirat terasa sekali aroma persaingan di antara para pendeta ini. Jika yang satu diundang ke gereja yang lain, mata mereka akan menyapu gedung itu dengan cepat. Kemudian di pertemuan para pengerja (dan pengembang) dibahas “gereja kita harus membeli LED yang besar, gereja si Anu sudah memilikinya” atau “lighting kita sudah ketinggalan jaman, ganti semua dengan yang baru” atau “buat proposal untuk menjual space iklan di media pengumuman”.
Ketika suatu saat di kelas itu pak Dosen dengan sepatu butut bertanya “bagaimana dengan Tuhan”, kelas pun hening… satu orang memberanikan diri menjawab “bukankah dalam suatu pesta tamu kehormatan harus duduk diam? Mereka harus menghargai tuan rumah yang mengadakan acara”
Kemudian dari belakang kelas terdengar seorang pendeta bergumam”kami yang melakukan semuanya, bukan Tuhan”
Kemudian satu orang berkata, “Tuhan ini,… apakah Dia benar-benar bekerja? Kami lihat Dia diam saja. Ya, KAMI yang melakukan semuanya. Kami yang bekerja menemukan topik yang tepat untuk membuat pengunjung itu terhibur dan tetap mau datang ke gereja. Kami yang susah-susah memikirkan tempat parkir agar jemaat mau datang”
Dari sudut yang lain terdengar lagi, “benar, kami yang memancing pengunjung dengan ide kami tentang topik dan dekorasi yang menarik tiap minggunya. Kami yang melakukan audisi untuk para pelayan mimbar agar mereka terlihat menarik di mata siapa saja yang hadir”
Pak dosen duduk diam dan berkata, “lalu apa yang seharusnya Dia lakukan?”
Kali ini para pendeta itu terdiam… ya, apa yang seharusnya Tuhan lakukan… semua bagian sudah dilakukan oleh mereka.
Sebuah suara terdengar, “di jaman modern ini, sebaiknya Dia diam saja. Kami lebih tahu situasi jaman daripada diriNya. Dia adalah topik yang menarik untuk dibicarakan dan diceritakan. Ya, dia produk yang menjual… Tapi, sebaiknya Dia diam saja”
Dosen bersepatu butut itu bertanya lagi, “bagaimana dengan doa dan kuasanya?”
Setelah keheningan yang tak lama seorang pendeta berkata “doa adalah topik yang menarik untuk dibawakan, tapi sudah lama kami tak mempercayai kuasa doa. Ayolah, kami bahkan hanya menaruh kartu -kartu doa itu di dalam kotak, sama sekali tak kami sentuh. Kami doakan kotak itu dengan seadanya saja dan mereka tetap datang pada kami di kebaktian doa”
Sebuah suara lagi terdengar “doa adalah sebuah pengalihan yang bagus sekali. Ketika seorang jemaat datang padamu dengan masalahnya kau tinggal berkata ‘berdoa saja’ tanpa harus repot-repot menjadi jawaban atas doa mereka. Kemudian, jadikan iman mereka sebagai kambing hitam jika doa-doa mereka tak terjawab” dan tawa pun meledak di kelas itu.
Setelah menarik nafas panjang, Dosen itu bertanya lagi, “bagaimana dengan kedatangan Yesus yang kedua”
Dan kelas pun hening untuk waktu yang sangat lama sampai akhirnya ada yang menjawab dengan bisikan lirih, “apakah Dia akan datang? Maksudku, apa Dia benar-benar akan datang?”
Kemudian Pak Dosen bersepatu butut itu meninggalkan kelas dengan tertunduk lesu sambil berbisik, “ya Tuhan, apa Kau benar-benar ada?”
—–
Ps: Hanya cerpen untuk refleksi, tolong jangan dianggap sebagai serangan…
Gereja Bintang Lima: Emas untuk Bait Suci Tuhan
Hari Minggu ini cerah sekali. Seperti biasa, Pendeta Besar akan diundang ke Gereja Besar lagi. Pendeta Gereja Bintang Lima seharusnya memang berkotbah di Gereja Bintang Lima lainnya bukan? Ga level kalau hanya di kelas Bintang tiga, apalagi kelas melati. Selain itu,… sekalian studi banding. Jika ada yang lebih baik bisa ditiru (dengan diam-diam tentunya, malu juga kalau meniru terang-terangan), kalau lebih buruk bisa dibawa ke Rapat Mingguan Pengerja, “Gereja kita lebih unggul di bidang lighting” atau “Gereja kita lebih baik sound systemnya, jauh lebih mahal”.
Bapak Pendeta dengan semangat naik ke mobilnya, mengendara dengan jantung berdegup kencang. Hari ini dia akan kotbah di gereja saingan terberat. Gereja yang sama-sama maju, sama-sama besar dan sama-sama memiliki lift (“tapi tidak memiliki eskalator” pikirnya bangga) dan memiliki basement (“nah, yang ini akan diusahakan“)
Dia tiba tepat waktu, tidak terlambat, tidak juga lebih cepat. Tepat waktu! Disambut oleh semacam koordinator ibadah dan dibawa ke barisan paling depan, tempat duduk VVIP, khusus Pendeta Besar seperti dirinya (“Entah di mana Yesus duduk saat itu, yang jelas, bangku VVIP adalah milikku“)
Pembukaan ibadah tidak mirip seperti di Gereja Bintang Lima miliknya. Gereja ini agak konservatif. Mereka masih berdoa sebelum memulai ibadah. Padahal trend terbaru dalam beribadah di Gereja Bintang Lima seharusnya adalah pemain drum atau gitar dengan tatanan rambut modern (jika perlu memakai kacamata hitam), kemudian ‘disirami’ lampu warna-warni. Seharusnya setelah itu masuk para entertainer berpakaian seragam lucu yang siap bergerak kiri kanan menghibur jemaat yang hadir, langsung saja…tidak perlu berdoa.
Kemudian setelah penyembahan yang cukup panjang, diakhiri dengan doa (yang konservatif menurut Bapak Pendeta), dimulailah rangkaian pujian yang semangat. Jemaat mengangkat tangan dan sebagian berjingkrak-jingkrak. Bapak Pendeta melihat ke belakang “Luar biasa!” pikirnya “Mereka semua begitu bergembira. Tentu saja, di Gereja Bintang Lima milikku pun semua bergembira….dan terhibur“.
Kemudian tibalah gilirannya berkotbah. Dia adalah pengkotbah handal, memiliki program di televisi lokal dan banyak digemari ibu-ibu hingga nenek-nenek. Kotbahnya penuh kata-kata motivasi yang menguatkan, diselingi dengan ayat-ayat Alkitab yang sudah dipilihnya baik-baik. Menguatkan, meneduhkan dan menyemangati siapa saja yang hadir dan mendengarnya.
Kemudian tibalah saat itu… Saat-saat yang begitu menginspirasi. Ketika multimedia mulai menampilkan ‘pengumuman’. Scene pertama dari pengumuman itu menunjukkan lokasi pengambilan gambar, sebuah cafe yang bergaya klasik, dengan pajangan unik yang bergelantungan di sana sini. Belum lagi daftar menu yang membuat perut lapar, daftar harga pun sempat dilewati sekilas.
Bapak Pendeta tidak dapat fokus dengan isi dari iklan pengumuman sepekan yang ditampilkan. Kepalanya dipenuhi ide-ide luar biasa mengenai menjual space iklan pengumuman kepada pengusaha. Di gerejanya ada banyak pengusaha yang memiliki bisnis startup. Tidak ada salahnya menjual space pengumuman itu kepada mereka. Lagipula mereka kan sekalian membantu program gereja. Jangan katakan itu iklan atau sponsor, katakan saja “membantu pembangunan gereja”, lagipula mereka masih harus membangun basement.
Setidaknya studi banding hari itu membuahkan hasil, “gaya mereka konservatif, tapi mereka memiliki pemikiran yang luar biasa brilian, menjual space pengumuman untuk iklan build in”. Dia bisa memiliki ide yang lebih baik. Akan dibuatnya beberapa paket. Paket paling mahal adalah jika dia sendiri, Bapak Pendeta, yang ada di tempat yang akan diiklankan, sekedar berkotbah atau memberi motivasi. Bagaimana jika meneguk sedikit kopi dengan merk anu kemudian memberi renungan singkat.
Paket kedua adalah jika salah satu pemimpin lain yang ada di tempat yang akan diiklankan. Mungkin (seolah-olah) habis belanja, kemudian menyapa jemaat dengan senyum lebar. Paket paling murah adalah jika logo perusahaan sponsor agak diblur di pojok kanan bawah sambil host pengumuman memberi kilasan kegiatan sepekan. Yaa!! Ide yang brilian… Ada banyak uang yang bisa dihasilkan! Mungkin untuk membangun basement, atau untuk iklan mengenai dirinya di beberapa titik di kota ini, atau sekedar berangkat ke Yerusalem… Siapa tahu!
Tiba-tiba ia teringat sesuatu, ketika Yesus marah di Bait Suci karena ada yang menjual merpati dan menukar duit, “Rumah-Ku akan disebut Rumah Doa….dan kamu menjadikan Rumah Bapa-Ku ini sarang penyamun”
Apakah tak apa menjual space pengumuman untuk iklan. Ah, pastinya tak apa-apa… Bukankah uangnya digunakan untuk membeli “Emas untuk Bait Suci Tuhan”, ya…dikembalikan pada Tuhan juga toh? Kalau gereja memiliki basement, bukankah itu adalah salah satu “Emas untuk Bait Suci Tuhan”?
Lagipula, mungkin saja Yesus marah-marah karena apa yang dijual orang-orang itu kotor dan bau. Jamannya sudah berubah, “Emas untuk Bait Suci Tuhan” semakin mahal. Apa yang dijual tak lagi kotor dan bau… Ia memejamkan mata lalu mengambil keputusan, “sepertinya tak apa,… selama itu untuk “emas untuk Bait Suci Tuhan”.
—-
Sementara itu di bangku VIP…
Pengusaha muda itu tak sabar menanti waktu-waktu itu. Kotbah yang isinya mirip dengan apa yang sering dilihatnya di TV tak terlalu menarik minatnya. Ia hanya tertarik pada pengumuman yang mengambil lokasi di Cafe baru miliknya. Ayahnya adalah penyumbang terbesar gereja ini.
Tak semua orang bisa memasang iklan di mimbar gereja, tapi ayahnya bisa. Bapak Pendeta gereja ini selalu mengatakan “milikilah mentalitas kerajaan”. Bahkan sebuah kerajaan pun memiliki kebutuhan, bukan? Hebatnya, raja yang bijak mengetahui bagaimana caranya memperlakukan para bangsawan. Lagipula, dari mana emas untuk pembangunan Bait Suci diperoleh kalau bukan dari orang-orang seperti ayahnya.
Ya, tak semua orang bisa melakukan apa yang ayahnya lakukan. Mungkin tak murah untuk memasang iklan di gereja, tapi bukankah uangnya untuk membeli “Emas untuk Bait Suci Tuhan”.
ps: Cuma cerpen, ojo baper! ojo tebak-tebakan!
Gereja Bintang Lima: Live Streaming
“Sudah ibadah hari ini?” saya bertanya pada adik saya, dia menjawab santai, “sudah, live streaming”.
“Live streaming?” tanya saya. Lalu adik saya pun mengajari saya cara mengikuti ibadah dengan Live Streaming! Ternyata benar-benar menyenangkan dan sangat praktis. Untuk kita yang hidup di kota besar, Ibadah dengan Live Streaming adalah solusi yang dapat dipertimbangkan.
Bukankah gaya hidup di kota besar serba praktis? Mulai dari PHD hingga gojek memfasilitasi kita yang sibuk atau malas keluar rumah. Ingin beli tas? Lihat saja toko online dan barang akan datang. Ingin makan Pizza? Hubungi delivery dan pizza akan datang. Ingin berkencan? Cukup buka aplikasi chat dan chatting. Semua dilakukan hanya dengan menggunakan jari-jari dan mata, tidak perlu repot!
Bahkan gereja pun sekarang ternyata sudah mengikuti trend ini. Membuat solusi untuk orang-orang sibuk seperti kami (saya dan adik saya) yang begitu malas keluar rumah di hari libur. Bukankah hari libur adalah hari keluarga, waktunya istirahat bersama keluarga dan bermalas-malasan. Hari minggu adalah hari milik kita. Setelah enam hari begitu sibuk di luar rumah, hari Minggu adalah harinya bangun siang dan bermalas-malasan di tempat tidur, dan bagi saya Ibadah Live Streaming adalah solusi yang begitu brilian!
Saya diberitahu bahwa yang membedakan orang Kristen dengan bukan orang Kristen itu adalah karena orang Kristen ke gereja seminggu sekali. Tapi hal yang kurang menyenangkan dari gereja adalah, sulit sekali mencari tempat parkir. Gereja di mall lebih parah, uang parkirnya mahal sekali. Tapi Gereja Bintang Lima kebanggaan saya memfasilitasi masalah ini dengan menyediakan Ibadah Live Streaming.
Setelah hari ini, saya berjanji pada diri sendiri tidak akan malas-malasan lagi “Ibadah ke Gereja”. Saya berjanji akan rajin Live Streaming bersama dengan adik saya setiap minggu. Jika gereja sudah memfasilitasi, bukankah ini artinya sah untuk dilakukan? Maksud saya, bukankah dengan mengikuti Live Streaming artinya kita pun sudah mengikuti “ibadah”?
Anda mungkin bisa mengikuti kebiasaan baru saya ini. Semuanya begitu mudah…Tidak perlu repot-repot mengeluarkan mobil, tidak perlu repot-repot berdandan atau mempersiapkan diri dan penampilan, tidak perlu mandi, tidak perlu bayar parkir,… cukup buka telepon pintar Anda, buka aplikasi gereja Anda dan bukalah live streaming! Anda akan menyaksikan pertunjukkan ibadah yang luar biasa itu, tutup mata ketika ada yang berdoa, ikut bergumam sedikit saat waktunya pujian penyembahan, boleh mengangkat tangan jika mau, dan Anda dapat menyebut diri “saya sudah ibadah”… LUAR BIASA!
Saya rasa ibadah live streaming ini akan segera menjadi trend baru. Dengan ibadah live streaming gereja-gereja akan melakukan penghematan besar-besaran. Tidak perlu punya gedung gereja, cukup studio seukuran panggung dengan beberapa jemaat bayaran yang bisa berakting dengan baik. Tidak perlu body scanner, seluruh keamanan terjaga. Benar-benar aplikasi yang menguntungkan, benar-benar cerdas!
Tidak perlu banyak pelayan, cukup beberapa figuran yang berjalan hilir mudik. Tidak perlu berinvestasi pada manusia, cukup berinvestasi pada peralatan studio yang canggih. Benar-benar futuristik dan luar biasa, bukan? Saya rasa gereja yang visioner memang harus seperti ini.
Anda bisa ‘beribadah’ dalam keadaan mengantuk, sambil masak, sambil berbaring santai, sambil mengerjakan pekerjaan lain. Kemudian saat pertunjukkan ‘ibadah’ usai, maka kewajiban Anda selesai dan Anda adalah orang Kristen yang sempurna!
Jika ingin menjadi jemaat, cukup isi formulir dan subscribe channel gereja Anda, maka Anda otomatis menjadi anggota jemaat gereja hebat itu, yang tiap hari jumlah anggotanya makin bertambah seiring pertambahan orang yang mendaftar dan pengunjungnya makin banyak seiring dengan banyaknya subscriber.
Tidak perlu saling mengenal dengan berjabat tangan atau mendoakan di dunia nyata, bukankah disediakan chatroom di aplikasi itu, tempat jemaat boleh saling menyapa seperti aplikasi MIRC jaman dulu.
Anda sakit? Gereja Live Streaming ini solusinya. Anda bisa tetap ibadah di tempat tidur Anda. Lupakan bapak pendeta yang akan mengunjungi atau mendoakan Anda. Silahkan telepon ke hotline yang disediakan dan tunggu jawaban jika Anda beruntung.
Anda butuh Perjamuan Kudus? Mudah sekali! Anda bisa membeli roti perjamuan dan anggur cup dengan jasa delivery (gojek juga bisa) dan menyimpannya di tempat yang tertutup, kemudian mengikuti Perjamuan Kudus di rumah.
Memberi persembahan? Nah, itu tetap perlu dilakukan, tapi Anda cukup transfer ke no rekening yang disediakan atau bisa juga menggunakan kartu kredit. Bukankah jika ingin diberkati kita harus banyak memberi?
Saya berharap ke depannya akan dikembangkan aplikasi yang lebih modern atau lebih menyenangkan. Di mana kita bisa memilih avatar sendiri yang sedikit banyak menyerupai wajah kita (rambut, warna kulit, pakaian). Setengah jam sebelum ibadah dimulai, kita bisa bermain mendandani Avatar kita, kemudian jangan lupa tekan tombol “go” yang berarti Anda pergi ke gereja,.
Kemudian sebelum ibadah dimulai kita bisa ngopi-ngopi santai di Cafe Gereja (yang tentu saja ada di aplikasi itu) atau belanja di toko buku online milik gereja yang hanya dibuka di hari Minggu dan mengetik “enter” untuk memasuki ruang ibadah. Tidak perlu takut teroris atau apapun yang mengancam, sungguh ibadah dengan rasa aman.
Kita juga bisa memilih kursi yang ingin kita duduki (bisa juga kalau memesan tiket sebelumnya melalui aplikasi agar kebagian kursi). Silahkan lihat kanan dan kiri Anda dan tekan tombol “bersalaman” untuk bersalaman dengan avatar di sana dan ketikkan “Tuhan memberkati” untuk menguatkan mereka. Bayangkan, ada banyak tulisan “Tuhan memberkati” di program itu. Bukankah makin banyak tulisan maka Tuhan makin senang dan Dia akan makin memberkati kita?
Kemudian jangan lupa tekan tombol “tepuk tangan” dan “angkat tangan” saat diminta dan jangan lupa tekan “doa” saat harus berdoa! Semuanya sederhana dan yang penting menyenangkan dan kekinian.
TUHAN? Ah, bukankah Dia Maha Mengerti… mungkin Dia juga sedang membuat aplikasi Surga untuk Anda yang rajin datang ke membuka Gereja Live Streaming ini… Pastikan saja user name Anda akan terdaftar di Surga Virtual ini…
Jadi, Anda siap bergabung dengan Ibadah Live Streaming seperti saya?
Gereja Bintang Lima: Christian Entertainment
Wekernya berbunyi tepat pukul 4. Sepertinya sudah terlambat untuk Saat Teduh. Tidak!! Tidak ada waktu untuk bersaat teduh, lagipula bukankah apa yang akan dilakukannya untuk menyenangkan Tuhan? Seharusnya begitu! “Jadi sudahlah,” pikirnya, “Dia pasti mengerti”
Hal pertama yang akan dilakukannya pagi itu adalah menghias dirinya. Seorang make up artis telah siap untuk mendandaninya dan teman-temannya. Sebagai wanita, dia suka sekali didandani, mengenakan bulu mata palsu, riasan wajah, rambut dihias bak puteri, “Ah, aku akan menjadi cantik dan semua pasti iri melihatku!” pikirnya.
Gereja Bintang Lima
Ada seorang pendeta, memiliki mimpi yang besar, ingin membuat gereja bintang lima, dengan dekorasi dan hiasan berwarna-warni, lampu spot yang besar, karpet yang menutupi seluruh lantai, musik yang hingar bingar, televisi plasma yang mahal. Benar-benar sebuah gereja mewah yang terbaik di seluruh kota.
Dengan karisma dan kemampuannya yang hebat ia memberikan perintah pada pengurus dan penatua yang lain “Kita akan membuat gereja bintang lima, jangan tanya kenapa, karena apa yang kukatakan, pasti BENAR”.
Diadakanlah suatu program di gedung yang besar dan megah “Siapa yang beriman, praktekan imanmu, beri yang TERBAIK untuk TUHAN” katanya di mimbar “dan untuk gereja bintang lima impianku” katanya dalam hatinya. “Bukan soal jumlah, tapi soal iman” katanya di mimbar. “Tapi pemberian kalian harus jauh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan gereja untuk mengumpulkan kalian di gedung ini” katanya dalam hatinya. Continue reading