Tokoh Antagonis dalam Kehidupan


Dalam sinetron atau film laga, kamu tak dapat memilih peran. Sekali sutradara menetapkanmu sebagai peran antagonis, maka marah-marah atau kelicikan, atau kecurangan, atau kejahatan yang harus kau perankan sepanjang film.

Tapi dalam kehidupan nyata, kamu punya pilihan. Hidup ini bukan panggung sandiwara… kamu punya pilihan untuk menentukan peranmu dalam kehidupan.

Banyak orang berkata bahwa kehidupan sudah digariskan dan manusia tidak memiliki kesempatan untuk memilih. Itu tidak benar! Kelahiranmu memang digariskan, jenis kelaminmu digariskan, orang tuamu digariskan, tapi peranmu dalam dunia adalah pilihanmu.

Sesungguhnya Tuhan punya rencana besar untuk umat-Nya, tapi manusia memiliki pilihan, untuk mengikuti rencana Tuhannya, atau memiliki dan mengikuti rencananya sendiri.

Kejahatan merajalela karena banyak orang memilih peran antagonis dalam hidup. Daripada merangkul, mereka pilih membenci. Daripada mengampuni, mereka pilih menjadi pahit. Padahal kalau mereka makan sesuatu yang pahit pasti mereka keluarkan dari mulut.

Kepahitan adalah penyebab utama seseorang akhirnya memilih tokoh antagonis. Kepahitan dan iri hati, tepatnya! Namun dunia ini memang adil bukan? Untuk setiap pecinta, tersedia pembenci… dan untuk setiap pahlawan, tersedia penjahat.

Lihat saja Ahok… ada lawan Ahok untuk teman ahok. Ada Ahok haters untuk Ahok lovers. Mungkin tokoh antagonis memang harus selalu ada dalam kehidupan.

Kita melihat panggung politik dan berdecak marah pada mereka yang bersikap tidak masuk akal. Jika ditanya motivasi mereka, maka mereka akan menjawab “aku melakukan ini untuk kebaikan”… mereka tidak siap dengan pertanyaan lanjutan “kebaikan siapa?”

Hashtag “asal bukan ahok” itu luar biasa. Saya tidak hendak membahas masalah politik. Tapi terpikirkah kamu, ‘asal bukan’ adalah suatu kalimat putus asa. Sikap orang yang tak memiliki pilihan lagi. Kamu ditanya “mau pakai baju warna apa?” dan kamu menjawab “apa saja, asal bukan merah”. Itu tidak akan menggambarkan warna yang kau sukai, itu menggambarkan warna yang kau benci.

Baik, mungkin membenci warna tidak masalah, tapi membenci seseorang akan jadi masalah. Kebencian akan membuat dirimu menjadi tokoh antagonis tanpa kau sadari. Kebencian akan menjadikanmu jahat tanpa kau sadari.

Kau mungkin bisa berkilah bahwa orang yang kau benci tidak baik, tidak benar, pokoknya ngga banget deh. Tapi ketika kau membenci, kau menjadikan dirimu sendiri tokoh antagonis dalam kehidupan.

Kebencian itu jika dipelihara akan memperanakkan kejahatan. Kau mereka-reka kejahatan agar orang yang kau benci tidak berhasil… sekali lagi, kau menjadikan dirimu sendiri tokoh antagonis dalam kehidupan.

Tahukah kau bahwa bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Dia dapat menolong orang yang kau benci, menggagalkan rencana jahatmu, dan menyisakan dirimu sebagai tokoh antagonis dalam kehidupan… jika kau tak segera menyadari kesalahanmu.

Hati-hati dengan kebencian. Kebencian dapat memakanmu hidup-hidup. Seperti saat kau bermain-main di lautan, semakin kau berjalan ke tengah, semakin dalam… awalnya menyenangkann, lalu tanpa kau sadari kau tenggelam di dalamnya.

Jadi, saat kau mulai tidak menyukai seseorang, berhati-hatilah… dosa sedang mengintip di depan pintu…ia sangat menggoda kamu,  tapi kau harus berkuasa atasnya!