Kita sering mendengar kata “nasib”, atau “takdir”. KBBI mendefinisikan “nasib” sebagai “Sesuatu yang ditentukan Tuhan”. Jika saya boleh menyingkatnya, saya akan menuliskan bahwa takdir adalah “kedaulatan Tuhan”.
Beberapa minggu ini entah kenapa kata “nasib” terngiang di pikiran saya. Sejak saya melihat berita di TV tentang sebuah mobil yang sedang mengantri keluar dari tol di Jawa Timur secara tiba-tiba dari belakangnya. Anda bisa melihat videonya di bawah ini:
[youtube https://www.youtube.com/watch?v=beWsoJ5nLD8]Saya tidak dapat membayangkan apa yang ada di pikiran keluarga dari pengendara Jazz Pink yang tiba-tiba saja tertabrak dari arah belakang saat mobilnya dalam posisi diam. Mereka tentu menangis dan bertanya “kenapa Tuhan” atau “apa yang salah”.
Berbeda dengan mereka yang meninggal memang karena ugal-ugalan atau karena bunuh diri atau karena berkelahi. Korban kematian karena kecelakaan yang tidak disangka-sangka makin menyadarkan kita bahwa kematian adalah kedaulatan Tuhan.
Saat menonton berita di atas, saya baru saja tiba dari perjalanan Jakarta-Bandung, di malam hari dan saya yang menyetir sendiri. Kondisi mata saya yang minus besar dan silindris membuat saya sekali-sekali mengalami kesulitan melihat kendaraan di depan saya. Namun Tuhan masih memberi saya kesempatan untuk tiba di rumah dengan selamat.
Pemikiran mengenai nasib ini tiba-tiba datang lagi saat tadi saya sedang menunggu lampu merah di perempatan Soekarno Hatta – Batununggal. Mobil di kiri saya, Livina abu-abu yang juga sedang berhenti menunggu lampu merah tiba-tiba saja ditabrak dari belakang oleh sebuah motor (saya sendiri tidak tahu kronologisnya mengapa si pengendara motor sampai bisa menabrak mobil itu). Mobil itu mengalami kerusakan cukup parah karena kaca belakangnya sampai pecah dan badan mobil belakang penyok luar biasa (hampir seperti ditabrak oleh mobil).
Saya bukannya bersyukur karena hal itu tidak menimpa saya (karena seperti saya katakan, saya berpendapat bahwa adalah hal yang kejam jika kita bersyukur atas suatu hal buruk yang tidak menimpa kita tapi menimpa orang lain). Saya hanya tidak dapat membayangkan apa yang terjadi jika itu terjadi pada saya.
Kemudian pemikiran saya mulai melompat-lompat dari satu topik ke topik lainnya. Sebagai orang Kristen seringkali kita menghakimi orang yang mengalami hal buruk dengan kata “kurang berdoa” atau “hukuman Tuhan”. Saya bukannya hendak menyepelekan berdoa. Namun pertanyaan yang mengganggu benak saya adalah, “jika doa dapat meluputkan kita dari masalah, apakah berarti orang yang mendapat masalah adalah SELALU orang yang tidak pernah berdoa?”.
Seringkali kita menyebut ketidakberuntungan sebagai “nasib buruk”. Jika “nasib” adalah kedaulatan Tuhan, maka apakah jika sesuatu yang buruk terjadi pada kita maka artinya Tuhan sedang menghukum kita?
Dalam kitab Mazmur, kita sering membaca bagaimana Daud minta diluputkan Tuhan dari masalah dan dilepaskan dari musuh-musuhnya. Bagian dari Mazmur yang saya akan ajak Anda untuk membahasnya bersama adalah Mazmur 27:2-6
Ketika penjahat-penjahat menyerang aku untuk memakan dagingku, yakni semua lawanku dan musuhku, mereka sendirilah yang tergelincir dan jatuh.
Sekalipun tentara berkemah mengepung aku, tidak takut hatiku; sekalipun timbul peperangan melawan aku, dalam hal itupun aku tetap percaya.
Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya.
Sebab Ia melindungi aku dalam pondok-Nya pada waktu bahaya; Ia menyembunyikan aku dalam persembunyian di kemah-Nya, Ia mengangkat aku ke atas gunung batu.
Maka sekarang tegaklah kepalaku, mengatasi musuhku sekeliling aku; dalam kemah-Nya aku mau mempersembahkan korban dengan sorak-sorai; aku mau menyanyi dan bermazmur bagi TUHAN.
Nasib buruk bukanlah ketika penjahat menyerang, namun nasib buruk yang sesungguhnya adalah ketika Tuhan memutuskan untuk meninggalkan kita. Nasib buruk bukanlah ketika tentara berkemah mengepung kita, namun ketika ketakutan dan keraguan akan Tuhan itu datang.
Saya suka nyanyian Daud di atas. Seolah dia hendak mengatakan bahwa, “Hei! kita tidak bisa berharap kepada musuh, tapi kita bisa berharap kepada Tuhan”.
Satu pelajaran mengenai nasib yang saya pelajari hari ini adalah, kita tidak bisa berharap pada masalah (“masalah jangan datang dong”), dan kita juga tidak berhak meminta Tuhan menjauhkan masalah dari kita (bisa saja masalah itu merupakan ujian atau sesuatu yang terjadi karena kesalahan kita). Kita juga tidak bisa berdoa agar Tuhan menjauhkan kematian (karena hidup dan mati adalah kedaulatan Tuhan).
Satu hal yang bisa kita lakukan adalah meminta Tuhan memberi kita kekuatan. Kekuatan ketika kita harus menghadapi masalah. Kekuatan untuk menegakkan kepala kita dan mengatasi setiap masalah yang ada di sekeliling kita. Kekuatan untuk tetap menjaga iman dan percaya kita kepada Tuhan. Kekuatan untuk tetap bersyukur, menyanyi dan bermazmur pada Tuhan bahkan saat masalah menghimpit kita.