Begitu banyak pertarungan
Begitu banyak peperangan
Tak pernah sekalipun ia kalah
Walau dengan kekerasan
Dia harus menang
Begitu banyak medan tempur
Begitu banyak mayat gugur
Tak pernah sekalipun iya kalah
Walau harus membunuh
Dia harus menang
Hidup memang menyimpan misteri
Adil dengan caranya sendiri
Menang dan kalah adalah masalah hati
Namun dia harus menang
Tak peduli adil atau tidak
Ia adalah Sang Macan
Penuh dengan kekuatan
Siap menerkam lawan
Siap menendang teman
Demi satu tujuan
Menjadi orang pertama negeri ini
Sepuluh tahun rencana dibuat
Tak ada kata terlambat
Impian sudah jelas terlihat
Kursi pimpinan akan didapat
Lawan-lawan sudah disingkirkan
Koalisi sudah dibuat
Teman-teman sudah dipilih
Kali ini tidak boleh gagal
Kalau bukan sekarang, kapan lagi
Sang Macan meraut kukunya
Sekali ditancapkan, siapapun tak berkutik
Ini mungkin peperangan terakhir
Dia harus menang
Sungguh tak diduganya
Anak tukang kayu ini
Menjadi lawannya di pertempuran terakhir
Dia yang terlihat begitu lemah
Dia yang bukan apa-apa dibanding dirinya
Namun begitu dicintai rakyat
Dipuja sebagai bagian dari mereka
Sang Macan pun mengasah taringnya
Jika cara bersih tak mempan
Maka cara kotor pun tak apa
Bukankah semua dibungkus dengan apik
Untuk kemajuan negeri
Negeri yang pernah membesarkan namanya
Maka majulah Sang Jenderal
Maju ke medan perang
Hanya kali ini bukan senapan
Hanya kali ini bukan parang
Hanya kali ini bukan granat
Sang Jenderal tak mengerti
Perang kali ini adalah masalah hati
Perang kali ini adalah masalah kepercayaan
Perang kali ini adalah masalah integritas
Sang Jenderal pun mulai berperang
Dipilihnya para penguasa ber’uang
Seolah uang dapat membeli segalanya
Seolah uang dapat membeli cinta
Seolah uang dapat menghapus masa lalu
“Kita akan menang, Jenderal”
Sang penjilat berkata
Ditutupinya fakta
Dimanipulasinya data
Sang Jenderal tak sangka
Kondisi yang terjadi begitu berbeda
Dirinya tak diinginkan
Dirinya tak dicintai
Ketika menjelang saat-saat akhir
Mata Sang Jenderal mulai terbuka
Namun Sang Macan sudah terluka
Hatinya hancur tak terkira
Dirinya tak bisa menerima
Bisikan berbeda dengan fakta
Data tak bersahabat dengannya
Sang Jenderal mulai lelah
Di detik-detik terakhir
Sang Macan mulai menyakiti dirinya
“Kalau ada yang boleh melukaiku,
Itu adalah diriku sendiri…
Kalau ada yang boleh merusak namaku,
Itu adalah diriku sendiri…”
Ah, Jendral…
Kau yang begitu ingin memperkaya negeri
Kau yang mengeluarkan begitu banyak uang
Begitu banyak untuk memuluskan jalanmu
Harus terluka seperti ini
Andai energi terakhirmu..
.. kau pakai dengan bijak
Untuk memperbesar hatimu
Tentunya kau masih terpandang
Sebagai Jenderal pecinta negeri
Ah, Sang Macan
Kau begitu ingin bangsa ini kuat
Sekuat dirimu…
Kau yang begitu gagah dan tampan
Harus terluka seperti ini
Andai emosimu…
…Kau jaga dengan bijak
Untuk menyelamati lawanmu
Tentunya kau akan dihormati
Sebagai Macan yang gagah berani
Namun nasi sudah menjadi bubur
Seantero negeri melihat dirimu di balik kulit macanmu
Seantero negeri melihat dirimu di balik pakaian jenderalmu
Seorang jenderal yang lelah,
Macan yang terluka…
Kalau masih ada waktu…
Kalau energimu sudah kembali…
Kalau luka-lukamu sudah sembuh…
Kembalilah, ya Jenderal…
Bergabunglah membangun negeri
Atau… Sekedar duduklah di kediamanmu
Berbanggalah dengan negeri yang kau cinta
Setidaknya kau mencatat sejarah
Setidaknya suatu saat orangtua akan mengajar anak-anak mereka
…Untuk tak seperti dirimu
Bahwa mengaku kalah
… dan menyelamati lawan
Adalah tindak ksatria…
Bahwa menjadi jenderal,
Tak menjamin seseorang memiliki sikap patriot
Namun memiliki hati besar
Adalah tindakan seorang Pahlawan!