Baru-baru ini kita mendengar kisah memalukan dari para turis Tiongkok yang sedang mengunjungi Hong Kong. Entah karena tidak dapat menemukan toilet atau karena mereka takut berada ditoilet cubical (di Cina kebanyakan dalam satu ruang toilet terdapat banyak lubang pembuangan), mereka memutuskan untuk jongkok di sembarang tempat dan menyelesaikan urusannya.
Ini bukan hal yang baru, karena kita pun pernah mendengar kisah yang sama terjadi di Singapura. Di mana seorang wanita, tidak dapat menahan diri, membuka celananya dan membuang kotorannya di Bandara International Changi. Sebuah cerita yang lucu-lucu-jijik!
Saya pernah cerita, bahwa sepupu saya yang saat ini sedang belajar di Negeri Tiongkok mengatakan itu memang bukan hal yang aneh untuk orang Cina (saya pakai kata ‘Cina’ ini sajalah ya? Mudah-mudahan tak ada yang tersinggung, toh namanya memang China, kan?).
Orang-orang Cina tak siap dengan kemajuan pesat yang melanda negara mereka. Di saat negara mereka sedang bertumbuh menjadi raksasa industri, mereka seolah baru terbangun dari tidur panjang di masa lalu. Mereka terkejut dengan kemajuan peradaban masa kini. Produk mereka boleh saja melanglang buana ke negara-negara Asia hingga Amerika, tapi pemerintah melupakan satu hal: derajat suatu bangsa ditentukan oleh manusianya.
Pemerintah Cina merasa sangat malu dengan ulah rakyatnya ini yang tidak berpikir panjang ketika jongkok dan menyelesaikan “urusan”nya di jalanan Hing Kong. Pemerintah yang malu itu kemudian membuat program toilet training (ya ampun Koh, kemana aja??). Didirikannya toilet di mana-mana dengan jumlah yang sama dengan teknologi yang lebih maju agar warganya terbiasa buang air di tempatnya dan tidak membuat malu lagi.
Ini hal yang positif dari pemerintah Cina saya rasa. Pemerintah yang cepat tanggap dan tidak buang-buang waktu untuk menanggulangi rasa malunya. Dalam bahasa manajemen, pemerintah yang segera mengambil tindakan corrective dan preventive sekaligus dalam menyelesaikan masalah.
Bagaimana dengan bangsa Indonesia? Saya rasa bangsa kita masih memiliki kadar malu yang sedikit lebih tinggi dari orang Cina, bukan? Mereka yang sanggup mendanai diri sendiri ke luar negeri tentu adalah orang yang cukup mampu, dan saya rasa orang-orang seperti itu tidak akan melakukan…yah, Anda tahu… jongkok dan…
Rasa malu memang penting. Walau rasa malu ini merupakan akibat dari dosa (Adam dan Hawa pertama kali merasa malu setelah kejatuhannya dalam dosa), namun sekarang ini rasa malu mengindikasikan bahwa kita adalah manusia beradab.
Anda mungkin berkata, tapi di Cina orang-orang tidak korupsi! ya, Pemerintah Cina dulu juga kewalahan dengan korupsi, mereka malu dan memberlakukan hukuman mati untuk siapa saja yang korupsi.
Sekali lagi, bagaimana dengan Indonesia? Kita sudah menang dalam hal “rasa malu tidak buang kotoran sembarangan di muka umum”, apakah kita juga menang dalam hal “rasa malu tidak merugikan orang lain”?
Apakah kita, bangsa Indonesia yang (ingin dikatakan) beradab ini memiliki rasa malu ketika membuang sampah sembarangan? Atau ketika membully orang yang lebih lemah? Atau ketika melanggar lampu lalu lintas? Atau ketika menyontek? Atau ketika korupsi?
Jika ternyata kita belum memiliki rasa malu, maka kita belum dapat dikatakan bangsa beradab…!
Negara Cina adalah raksasa yang sedang merasa malu…pemerintah mereka bertindak supaya di kemudian hari tidak lagi terulang hal-hal yang memalukan Cina di mata dunia… mulai dari membuat toilet hingga hukuman mati bagi koruptor.
Pemerintah kita sedang berusaha dengan Revolusi Mentalnya… apakah kita mau mendukung pemerintah dengan memulainya dari diri sendiri…?
Jangan sampai kita jadi si Kerdil yang Tidak Punya Rasa Malu!