Sejak usia sangat kanak-kanak, orangtua saya mengirimkan saya ke Sekolah Minggu. Di usia tiga tahun lebih saya pergi berjalan kaki ke Sekolah Minggu yang letaknya dekat dengan rumah saya.
Saat-saat itu adalah saat tak terlupakan. Ketika adik saya yang baru berusia 2 tahunan tertidur di sekolah minggu karena memang masih begitu kecil, dan guru sekolah minggu kami menggendongnya berjalan kaki pulang ke rumah saya.
Saat-saat itu begitu luar biasa karena kami tak sabar menunggu Minggu Sore untuk kebaktian Sekolah Minggu yang diselenggarakan di garasi rumah seorang tetangga.
Guru Sekolah Minggu kami akan mengunjungi anak-anak yang tidak hadir untuk memastikan mereka baik-baik saja, dan mendoakan mereka yang sakit. Oh, betapa mereka banyak berinvestasi dalam kehidupan saya.
Hari ini, jika saya mengingat perjuangan mereka, air mata saya mengalir… betapa luar biasa teladan yang mereka tunjukkan pada kami. Merelah inspirasi saya yang mendorong saya menjadi Guru Sekolah Minggu.
Tahun 1997, saya mencemplungkan diri menjadi Guru Sekolah Minggu di salah satu gereja di kota Bandung. Begitu bangga saya menjadi guru sekolah minggu karena berpikir bahwa Tuhan menunjuk Guru Sekolah Minggu untuk dapat berinvestasi dalam kehidupan setiap anak.
Selama menjadi Guru Sekolah Minggu, saya menemukan banyak sekali perubahan terjadi dengan jaman ketika saya mengikuti Sekolah Minggu, tapi prinsipnya tetap sama… Sekolah Minggu adalah membawa anak-anak kepada Tuhan, membuat mereka lebih mengenal Tuhan dan perubahan hidup!
Pada tahun 2008 saya mengundurkan diri dari Sekolah Minggu tempat saya mengajar karena ingin lebih fokus pada pelayanan pelajar Kristen SD Negeri, namun saya tetap mengajar anak-anak dan juga mengajar di beberapa training guru-guru Sekolah Minggu.
Dalam beberapa waktu terakhir, saya mendapat kabar bahwa Sekolah Minggu di kota mengalami penurunan drastis dalam segi jumlah. Memang tidak semua Sekolah Minggu, tapi kebanyakan Sekolah Minggu.
Mungkin di atas kertas jumlah anak-anak Sekolah Minggu masih banyak (itu pun jika Anda data), tapi jumlah kehadiran berkurang drastis. Kenapa?
Beberapa beralasan bahwa jumlah anak Sekolah Minggu berkurang karena mereka ikut orangtuanya yang hobi pindah-pindah gereja. Ada juga yang beralasan karena pindah ke gereja lain yang lebih besar. Ada juga yang beralasan bahwa anak-anak sekarang enggan ke Sekolah Minggu.
Hal ini jauh berbeda dengan Sekolah Minggu yang ada di pinggiran kota. Jumlah mereka konstan dari waktu ke waktu, yaitu lebih besar dari kapasitas ruangan yang disediakan.
Anda mungkin berkata “aaah, mungkin karena di pinggiran kota anak-anaknya kurang hiburan, di kota hiburan begitu banyak” atau “mungkin di pinggiran kota tidak tersedia pilihan sebanyak dalam kota”
Apapun alasan Anda, menurut saya berita mengenai berkurangnya anak-anak Sekolah Minggu di gereja apapun merupakan sebuah berita buruk, dan membuat hati saya sangat sedih.
A.W. Tozer berkata jika gereja gagal mempertemukan jemaat dengan Tuhan, maka mereka hanya akan menawarkan program untuk mempertahankan jemaat.
Sayangnya, jika Anda beradu program di gereja, Anda kalah telak dengan program yang ditawarkan organisasi lain di luar gereja. Lalu apa solusi Anda? Membuat program yang lebih baik dari program yang dibuat organisasi-organisasi itu??
Seorang anak memang menyukai keceriaan, kesenangan, main, hewan, tumbuhan, alam. Tidak salah Anda memberikan semua itu di Sekolah Minggu: tempat bermain, kolam bola, balon yang dibagikan gratis, kereta api, papan luncur, ayunan, apapun.
Tidak salah Anda mengenakan pakaian binatang sambil menyambut anak yang datang sambil berlompat-lompat.
Tidak salah Anda mengajak anak bermain dulu sebelum ibadah anak berjalan…
Tapi… apakah Anda sudah membawa anak-anak kepada Tuhan? Sudahkah mereka mengenal Tuhan? Sudahkah mereka tahu bahwa mereka diselamatkan? Sudahkah mereka mengetahui fungsinya sebagai terang dunia? Sudahkah mereka memuji dan menyembah Tuhan dengan benar?
Sepakatkah Anda dengan saya bahwa hal itu jauh lebih penting dari sekedar program, dekorasi, hadiah dan tempat bermain?
Tulisan kali ini mungkin hanya akan membahas masalah saja… karena sejujurnya saya tidak tahu harus berkata apa menanggapi apa yang terjadi. Masalah Sekolah Minggu memang terlalu kompleks. Guru-guru Sekolah Minggu yang selalu kurang, program Sekolah Minggu yang tidak didukung oleh Para Hamba Tuhan, tidak ada ruangan khusus Sekolah Minggu, bahan kurikulum yang tidak lagi relevan…
Mungkin lain kali saya akan mencoba bahas lebih lanjut. Saya hanya bisa memberi satu tips:
Dia harus makin bertambah,
Ku harus makin berkurang
Nama Yesus saja disembah
Ku di tempat paling b’lakang
Jika Yesus ditinggikan
Dan salib-Nya dib’ritakan
Pasti Dia menarik semua orang
Datang kepada-Nya s’karang
Jika bukan nama Yesus yang ditinggikan di Sekolah Minggu Anda… Jika bukan diri-Nya yang diprioritaskan… maka Dia tidak memiliki kepentingan untuk menarik anak-anak itu datang ke Sekolah Minggu!
Oh, saya dengar Anda bergumam ‘siapa lagi jika bukan Yesus, tentu kami memperkenalkan Yesus’. Maksud saya, jika Anda lebih memprioritaskan program, dan dekorasi, dan mainan, dan hadiah dibanding Dia yang seharusnya ditinggikan….
Jika Anda lebih mencintai organisasi gereja Anda dibanding Yesus dan lebih memilih membesarkan nama organisasi Anda dibanding nama Yesus…
Sekali lagi… maka Dia tidak memiliki kepentingan menarik anak-anak itu datang ke Sekolah Minggu…
ps: tolong jangan berkata “yang penting motivasi anak-anak yang datang”. Kita tidak sedang membicarakan mereka, kita sedang membicarakan KITA.