Ada seorang pendeta, memiliki mimpi yang besar, ingin membuat gereja bintang lima, dengan dekorasi dan hiasan berwarna-warni, lampu spot yang besar, karpet yang menutupi seluruh lantai, musik yang hingar bingar, televisi plasma yang mahal. Benar-benar sebuah gereja mewah yang terbaik di seluruh kota.
Dengan karisma dan kemampuannya yang hebat ia memberikan perintah pada pengurus dan penatua yang lain “Kita akan membuat gereja bintang lima, jangan tanya kenapa, karena apa yang kukatakan, pasti BENAR”.
Diadakanlah suatu program di gedung yang besar dan megah “Siapa yang beriman, praktekan imanmu, beri yang TERBAIK untuk TUHAN” katanya di mimbar “dan untuk gereja bintang lima impianku” katanya dalam hatinya. “Bukan soal jumlah, tapi soal iman” katanya di mimbar. “Tapi pemberian kalian harus jauh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan gereja untuk mengumpulkan kalian di gedung ini” katanya dalam hatinya.
Seorang jemaat, kagum dengan sosok sang pendeta, mengidolakannya. Demi program iman, ia rela berjalan kaki ke gereja tiap minggu, demi memberi persembahan iman. Persembahannya tidak banyak, cukup untuk membeli sepersembilan dari selembar styrofoam yang adalah sepertiga dari dekorasi yang akan digunakan selama sebulan di sepertujuh gereja bintang lima. Benar-benar jumlah yang tidak banyak. Sandal jepitnya mulai tipis, dipakai untuk berjalan kaki tiap minggu ke gereja.
Gereja bintang lima perlahan-lahan mulai terbentuk,dekorasi dipasang dengan megah, musik dengan kecepatan dan irama keras berbunyi nyaring, lampu spot memancar ke arah pemimpin pujian yang berlenggak lenggok dengan gemulai di atas panggung. Benar-benar gereja bintang lima.
Sang jemaat melihat dengan kagum selama ibadah berjalan, perasaan bangga mulai ada dalam hatinya. Tapi ada yang kurang rasanya…entah apa, tapi dia tahu, ada yang kurang..Padahal segalanya benar-benar luar biasa, stopwatch sang manajer panggung berjalan dengan baik, ibadah selalu selesai tepat waktu, lampu remang-remang membuat jemaat merasa tidak harus menyanyi karena tidak akan ada yang memperhatikan. Semuanya sempurna, tapi dia merasa ada yang kurang.
“Ikutilah kelompok sel,dan Saudara akan tergembalakan dengan baik” kata sang Pendeta di mimbar. “dan aku tidak perlu repot-repot menggembalakan kalian, fokusku hanya bagaimana agar gerejaku menjadi gereja nomor satu”katanya dalam hatinya.
Sang jemaat menabung lagi, tiap hari dia berusaha berhemat, agar uangnya cukup untuk ongkos ikut kelompok sel. Dalam kelompok sel, semuanya sibuk tertawa dan tertawa, membicarakan gereja bintang lima kebanggaan mereka. Kembali jemaat merasa, ada yang kurang. Tapi dia tidak tahu, apa itu.
“Ikutilah pemuridan gereja kami” suatu saat sang pendeta bicara di mimbar. “Program ini adalah salah satu yang terbaik mengenai bagaimana menjadi orang Kristen yang bertumbuh” lanjutnya lagi di mimbar. “dan agar anggota jemaat ini bertambah, sehingga gereja bintang lima ini memiliki jemaat yang banyak. Aku tidak peduli walaupun itu hanya di atas kertas”
Sang jemaat berpikir “mungkin ini yang kurang, aku belum ikut pemuridan”, jadi ia mendaftar. Penjaga di counter pendaftaran berkata “hanya dengan sejumlah uang, Anda akan bisa mengikuti program yang menarik ini, tidak mahal kok”. Sang jemaat berpikir “Itu untuk biaya makan keluargaku selama seminggu, tapi tak apa, yang penting aku tidak lagi merasa ada yang kurang”
Enam bulan yang ditetapkan untuk belajar telah berlalu. Sang jemaat menjadi seorang Kristen yang bertobat dan berusaha bertumbuh. Ia tak pernah bolos berjalan kaki ke gereja bintang lima. Tapi entah kenapa, semua sudah ia ikuti, tetap ada yang kurang…apa itu, dia juga tidak tahu.
Jadi dia memutuskan untuk menemui sang Pendeta “Pak, saya telah bergereja di gereja ini selama lebih dari enam bulan, apa bapak mengenal saya?” ia bertanya. “mmm, siapa ya? Rasa-rasanya saya tidak kenal” jawab sang Pendeta.
“Saya maklum jika bapak tidak kenal, bapak kan selalu ada di mimbar, saya hanya jemaat biasa. Saya hanya ingin bertanya pak, selama enam bulan lebih saya beribadah di sini, kenapa saya selalu merasa ada yang kurang di ruang ibadah ini. Saya merasa sesuatu hilang ketika ibadah. Apa bapak bisa beritahu saya?” tanyanya.
“Mmm, apa kamu sudah ikut kelompok sel, atau pemuridan?”tanya pak Pendeta. “Sudah pak” jawab jemaat.
“Apa kamu berdoa setiap hari? Membaca Alkitab?”
“Ya pak. Yang perlu bapak tahu, kehidupan rohani saya baik-baik saja, saya sangat diberkati dengan program pemuridan di gereja ini”
“tentu saja, aku yang membuatnya, aku selalu berhasil membuat yang terbaik”kata pak Pendeta dalam hatinya.
“Tapi pak, saya merasa ada yang kurang ketika saya beribadah di tempat ini”
“Apa yang kurang, kamu lihat pemimpin pujian itu, apa ada masalah?”
“Entahlah pak”
“Atau pemain musik, lagu-lagu yang dinyanyikan, irama, tempo barangkali?
“Duh, saya juga tidak tahu pak”
“Atau lampu sorot ini?”
“Saya benar-benar tidak tahu pak”
“Aku rasa ada yang tidak beres dengan hatimu, mari, saya doakan.”
Dan pak pendeta pun berdoa, menengking segala ketidakberesan yang ada dalam hidup jemaatnya. Tapi minggu berikutnya perasaan itu tetap ada..ada yang kurang dalam ibadah.
Suatu hari si jemaat sakit keras, dia meminta seseorang memberi kabar pada pak pendeta. “Tolong, jemaat Anda sakit keras, dia minta didoakan” pesan sang pembawa pesan.
“Duh, jemaat yang mana lagi sih? Perasaan banyak banget jemaatku, kalau aku harus perhatikan satu-satu bagaimana aku bisa mengurus urusanku yang lain.Maaf, saya sedang sibuk, minta saja pada ketua kelompok selnya”
Si jemaat tidak bisa bertahan, ia meninggal dunia. Di Surga ia bertemu dengan Tuhan Yesus. Untuk sesaat lamanya ia terpaku, seolah baru menyadari sesuatu. “Ada apa anak-Ku” Yesus bertanya.
“Tidak ada apa-apa Tuhan, hanya saja sekarang aku baru menyadari sesuatu.”
Yesus tersenyum “Kau baru menyadarinya?
“Ya, aku baru menyadari bahwa perasaan kurang yang aku rasakan pada ibadah gereja bintang lima itu adalah, karena KAU tidak ada pada setiap ibadah”
“Aku ada anak-Ku, Aku ada”
“Tapi saya tidak melihatMu Tuhan. Saya merasakan bahwa Kau tidak di sana”
“Aku di sana, hanya saja mereka tidak menganggapku penting. Mereka menganggap bahwa musik, lagu, sound system dan yang lain lebih penting. Mereka takut mengecewakan Pendeta mereka, tapi mereka tidak peduli jika mereka mengecewakanKu”
“Apa yang Kau lakukan saat itu Tuhan?”
“Aku hanya diam, memperhatikan dan berharap sedikit saja ada perhatian untukKu. Aku tidak merasa senang, Aku hanya bingung. Aku berharap ada sedikit saja pelayan yang Ku kasihi itu berusaha menarik perhatianKu, dan bukan perhatian pendeta.” Yesus diam sebentar, tertunduk “Padahal Aku tidak akan marah jika musik terlalu lambat atau terlalu cepat, Aku tidak akan marah jika multimedia rusak, Aku tidak akan marah jika pemain musik salah memainkan chord. Aku hanya ingin perhatian mereka tertuju padaKu, bukan pada apa yang sedang mereka kerjakan.”
“Jadi perasaan kurang yang kurasakan…”
“Perasaan itu karena ibadah itu tidak dibuat untuk menyenangkan hatiKu. Ibadah itu hanya dibuat karena tuntutan kemajuan jaman dan teknologi. Sebuah kata yang terdengar indah di dengar, dan bukan dibuat untuk memuliakan Aku.”
“Kalau begitu biar saya kembali ke bumi Tuhan, saya ingin memperingatkan bapak pendeta agar Kau….maksudku agar ia…”
Yesus tersenyum “Ia akan berurusan denganKu anakKu, sekarang masuklah dalam kebahagiaan tuanMu. Aku menemukan iman yang besar dalam diriMu.”
Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri ia akan ditinggikan Lukas 18:14b
Wow, dasyat. sebuah ulasan sederhana tentang sepak terjang seorang pemimpin/gembala yang memiliki visi yakni menjadi gereja bintang lima, namun bermotif ganda, diawali dengan Tuhan tapi ujung-ujungnya, untuk popularitas diri sendiri. Saya berharap cerita ini, tidak menjadi kenyataan. Sebab apa jadinya kalau dalam setiap ibadah Yesus tidak lagi disanjung, disembah dan menjadi pusat dari penyembahan jemaat. Apa jadinya kalau jemaat diarahkan perhatiannya kepada sound system, kursi, dan gedung yang super mewah sementara Yesus dianggap tidak penting, bahkan dijadikan satPAM. Lalu siapa yang selama ini dimuliakan, ditinggikan dan.diagungkan di berbagai event penting ? Tanyakan kepada rumput yang bergoyang, kata Ebied G. Ade, dalam lirik lagunya. Atau jangan-jangan apa yang diceritakan Matius, pasal 7:21-23 mulai tergenapi. Pesan saya, kita harus berdoa lebih sungguh-sungguh, supaya tidak bertamba lagi bilangan hamba Tuhan yang menyalagunakan otoritasnya yakni memakai nama Tuhan, tapi ujung-ujungnya untuk membangun dinastinya.
Thanks for your comment…ya…mengutip kata om saya… “Ketika fokus kepada jemaat jadinya entertainment, ketika fokus pada Tuhan jadinya worship”, saya tambahkan, ketika fokusnya pada gembala, artinya kampanye pribadi, atau perusahaan 🙂
Kapan GBL-The Musical akan dibuat ? saya mau ikutan yah…
dibikin parodi gitu ya,….pasti bagus…pulang2 banyak yang panas mukanya…:(
Pingback: Gereja Bintang Lima… sebuah ulasan « About Life
Saya pernah dtanyain ama tgn kanan gembala saya ketika saya ngga datang (dgn sengaja) dlm suatu big event yg diadakan gereja sya (mengundang byk artis, katanya sih untuk menuai jiwa2). Si Pdt tgn kanan itu tanya gn.. “Arief… Kemana kemarin kok ngga datang.. Sayang loh.. Ada Molusca, ada Nafa Urbach, ada bintang film dr Korea (atau mana gtu, sya lupa n notabene ga ngurus), dan byk bintang2 lainnya loh…”
Sya cuman trsenyum sopan dan berdalih.. Tp dalam hatiku.. “loh T.YESUS ga ada y? Kok ngga dsebutin?” XDD
Ya…dan di samping itu kesalahan fatal gereja adalah “mengundang Yesus hadir”…loh, masa tuan rumah diundang…bukannya seharusnya Yesus yang jadi tuan rumah…pemilik setiap ibadah dan gereja ya…
Reblogged this on meLodiazz Sihombing.
Pingback: Memuji Orang Farisi (Sebuah Ulasan “Christian Entertainment”) – Greissia Personal Diary
Hmm.. Ini gaya bahasa dan tulisannya kok mirip https://www.instagram.com/gerejapalsu/ Gereja Palsu yg di IG ya..
Wah…masa? Sebuah kehormatan… thank you…. And thank you for stopping by…GBU